RI News Portal. Jakarta, 7 November 2025 – Suasana tegang namun penuh antisipasi menyelimuti Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta Pusat sore ini, saat Presiden Prabowo Subianto bersiap melantik Komite Reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Acara yang diagendakan pukul 16.00 WIB ini tidak hanya menandai komitmen pemerintah untuk merevitalisasi institusi penegak hukum, tetapi juga merefleksikan dinamika politik kontemporer di tengah tuntutan masyarakat akan transparansi dan profesionalisme yang lebih tinggi. Berbeda dari inisiatif internal Polri yang lebih fokus pada transformasi operasional, komite ini dirancang sebagai forum independen yang melibatkan pakar lintas sektoral, menjanjikan pendekatan holistik terhadap reformasi struktural.
Kedatangan para tokoh undangan mulai terpantau sejak pukul 15.00 WIB, di mana Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas), Prof. Yusril Ihza Mahendra, menjadi salah satu yang pertama tiba. Dengan penampilan rapi mengenakan setelan jas gelap, Yusril tampak tenang meski dikerubungi wartawan yang haus akan klarifikasi. “Saya diminta merapat ke Istana Merdeka karena ada agenda pelantikan ini. Belum tahu apakah saya dilantik atau sekadar diundang; tadi hanya diberi tahu soal acara dan diminta hadir,” ungkapnya singkat kepada para jurnalis di lobi utama. Pernyataannya mencerminkan sikap hati-hati yang khas dari seorang akademisi hukum tata negara, yang kerap menekankan pentingnya prosedur formal dalam pengambilan keputusan eksekutif.
Yusril, yang dikenal atas kontribusinya dalam diskursus konstitusionalisme Indonesia pasca-Reformasi 1998, menambahkan bahwa detail acara masih dirahasiakan. “Pelantikan sekitar jam 16.00, tapi kami diminta hadir lebih awal pukul 15.00 WIB. Anggota komite? Belum saya ketahui; nanti bisa ditanyakan ke Menteri Sekretaris Negara, karena penanganan Keputusan Presiden ada di sana.” Pernyataan ini menggarisbawahi peran birokrasi Istana dalam mengelola proses administratif, sekaligus menjaga momentum pengumuman resmi agar tetap terkontrol.

Di sisi lain, Wakil Menteri Kumham Imipas Otto Hasibuan tampil lebih eksplisit dalam konfirmasinya. Tiba tak lama setelah Yusril, Otto langsung membenarkan keterlibatannya dalam komite tersebut. “Ya, saya akan bergabung dalam Tim Reformasi Polri. Saya dapat info ada sembilan nama yang masuk, tapi detailnya belum lengkap. Posisi spesifik? Belum tahu, tapi saya diminta sebagai salah satu anggota,” katanya dengan nada optimis, sambil menekankan bahwa inisiatif ini telah digaungkan Presiden Prabowo sejak sebulan lalu.
Otto, mantan Wakil Ketua Komnas HAM yang dikenal atas advokasinya dalam isu hak sipil, melanjutkan bahwa komite ini akan mencakup beragam unsur: mulai dari mantan Kepala Kepolisian RI, tokoh masyarakat, hingga eks-pejabat negara. “Pak Presiden pernah sampaikan keinginannya membentuk tim ini, dengan jumlah sekitar sembilan orang. Unsur-unsurnya diambil dari mantan Kapolri dan pakar hukum. Bahkan, Pak Mahfud MD sudah diberitahu untuk masuk; saya tidak tanya lebih lanjut, tapi tahu gambaran besarnya.” Narasinya ini menggambarkan komite sebagai jembatan antara pengalaman praktis dan keahlian teoritis, sebuah formula yang diharapkan mampu mengatasi tantangan endemik seperti dugaan pelanggaran HAM dan korupsi struktural di tubuh Polri.
Berdasarkan pantauan lapangan, sejumlah figur berpengaruh telah tiba di Istana, menambah bobot simbolis acara ini. Mantan Kapolri sekaligus Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang pengalamannya dalam reformasi birokrasi pasca-2019 tak terbantahkan, terlihat berbincang ringan dengan staf protokol. Diikuti oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Jimly Asshiddiqie, yang kehadirannya menandakan dimensi konstitusional dalam reformasi; mantan Kapolri Badrodin Haiti, simbol era transisi kepolisian modern; serta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djamari Chaniago, yang perannya krusial dalam sinkronisasi kebijakan keamanan nasional. Tak ketinggalan, Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat sekaligus Reformasi Polri, Ahmad Dofiri, yang tiba dengan agenda diskusi pra-pelantikan.
Latar belakang pembentukan komite ini tak lepas dari konteks historis reformasi kepolisian Indonesia. Sejak pemisahan Polri dari TNI pada 1999, upaya restrukturisasi sering kali terhambat oleh isu akuntabilitas dan independensi. Di bawah pemerintahan Prabowo, langkah ini muncul sebagai respons terhadap kritik publik pasca-demonstrasi Agustus 2025, di mana tuntutan otonomi Polri dari intervensi eksekutif menjadi sorotan utama. Analis politik dari Universitas Indonesia, Dr. Andi Widjajanto, menilai komite ini sebagai “manuver cerdas” yang mengintegrasikan perspektif eksternal untuk membangun kepercayaan publik. “Ini bukan sekadar formalitas; komite independen seperti ini bisa menjadi katalisator perubahan, asal mandatnya jelas dan independen dari tekanan politik,” ujarnya dalam wawancara terbaru.
Dari sisi yuridis, pelantikan ini akan didasari Keputusan Presiden yang mengatur tugas komite, termasuk kajian ulang tugas-pokok-fungsi Polri, mekanisme pengawasan internal, dan strategi peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Target jangka pendek adalah rekomendasi reformasi yang siap diserap dalam Rencana Strategis Kementerian 2026-2030, sementara dampak jangka panjang diharapkan memperkuat supremasi hukum dalam kerangka negara hukum Pancasila. Namun, tantangan tetap ada: bagaimana memastikan komite ini tak sekadar menjadi “gugusan elit” tanpa sentuhan akar rumput?
Saat jarum jam mendekati pukul 16.00 WIB, Istana Merdeka menjadi saksi bisu ambisi reformasi yang telah lama ditunggu. Apakah komite ini akan menjadi titik balik bagi Polri menuju institusi yang lebih humanis dan efektif, atau hanya tambahan narasi dalam siklus perubahan politik Indonesia? Jawabannya, setidaknya untuk hari ini, tergantung pada pengucapan sumpah para anggotanya di hadapan Presiden Prabowo. Reformasi, bagaimanapun, selalu dimulai dari satu langkah formal—dan sore ini, langkah itu sedang diambil.
Pewarta : Albertus Parikesit

