
RI News Portal. Sintang, Kalimantan Barat 16 Juli 2025 – Antusiasme masyarakat Kabupaten Sintang menyambut Pekan Gawai Dayak ke-XII tahun 2025 terlihat jelas sejak hari pertama penyelenggaraan di Rumah Betang Tampun Juah, Rabu (16/7). Agenda tahunan ini dijadwalkan berlangsung hingga 19 Juli 2025 dan menjadi ajang konsolidasi budaya yang mempertemukan masyarakat dari 14 kecamatan di wilayah Sintang.
Menurut Jakarias Akianto, salah satu warga yang hadir dalam pembukaan, Pekan Gawai Dayak memiliki nilai strategis dalam memperkenalkan adat dan budaya Suku Dayak kepada masyarakat luas.
“Gawai ini sangat luar biasa, karena menyatukan empat belas kecamatan berkumpul di kabupaten ini dan memang ini puncak dari gawai yang ada di setiap kecamatan dan desa,” ungkap Jakarias.

Secara historis, Gawai Dayak merupakan ritual adat yang awalnya identik dengan pesta panen sebagai wujud syukur kepada Sang Pencipta. Namun, dalam konteks kekinian, kegiatan ini berkembang menjadi sarana revitalisasi identitas budaya sekaligus penguatan kohesi sosial. Kajian antropologi budaya menilai bahwa praktik gawai memiliki peran penting sebagai cultural sustainability mechanism atau mekanisme keberlanjutan budaya, di tengah arus modernisasi dan globalisasi.
Penyelenggaraan Gawai Dayak bukan sekadar seremonial, tetapi memuat dimensi sosial yang kuat. Acara ini terbuka untuk seluruh masyarakat tanpa memandang latar belakang etnis, sehingga menciptakan ruang interaksi dan integrasi sosial. Hal ini sejalan dengan prinsip multikulturalisme inklusif yang menekankan harmoni antarsuku di Kalimantan Barat.
“Bagi kami masyarakat Suku Dayak, kegiatan ini sangat positif dan luar biasa. Kegiatan gawai ini juga terbuka untuk masyarakat dari suku lain, karena memang ini untuk mempersatukan masyarakat Sintang,” ujar Jakarias.
Baca juga : KPID Kalbar Awards 2025 Dorong Penyiaran Berkualitas dan Bermartabat di Kalimantan Barat
Selain memperkuat nilai-nilai adat, Pekan Gawai Dayak juga mendorong ekonomi kreatif berbasis budaya. Tersedianya berbagai stan pameran yang menjual pakaian, aksesoris, dan peralatan tradisional Dayak menandakan bahwa event ini menjadi ekosistem ekonomi budaya yang produktif.
“Saya membeli rompi juga, karena memang di sini dijual alat-alat dan pakaian kebudayaan lengkap semua,” tambahnya.
Dalam perspektif hukum dan kebijakan budaya, pelestarian tradisi seperti Gawai Dayak mendapat dukungan normatif dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang mengamanatkan perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan objek pemajuan kebudayaan. Penyelenggaraan Gawai Dayak secara konsisten merupakan bentuk implementasi dari amanat tersebut, sekaligus bagian dari upaya Indonesia memenuhi UNESCO Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage (2003).
“Kami berharap Pekan Gawai Dayak ini terus dilestarikan dan rutin diselenggarakan di Kabupaten Sintang,” ujarnya.
Dengan berjalannya Gawai Dayak ke-XII ini, Kabupaten Sintang tidak hanya menjaga eksistensi tradisi leluhur, tetapi juga memperkuat narasi kebhinekaan dan ketahanan budaya di tingkat lokal. Ke depan, perlu dukungan pemerintah daerah, lembaga adat, dan masyarakat sipil untuk menjadikan Gawai Dayak sebagai cultural flagship event yang mampu menarik wisatawan, meningkatkan ekonomi kreatif, dan mengokohkan identitas Dayak di era global.
Pewarta : Salmi Fitri
