
RI News Portal. Jakarta 1 Junli 2025 — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan komitmennya dalam pemberantasan korupsi melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang berhasil mengamankan lima orang dalam kasus dugaan suap terkait proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara (Sumut). OTT ini, yang salah satu tersangkanya adalah Kepala Dinas PUPR Sumut nonaktif berinisial TOP alias Topan Ginting, mendapat respons positif dari masyarakat.
Dalam keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (1/7/2025), Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengapresiasi dukungan masyarakat. “KPK menyampaikan terima kasih atas dukungan penuh dari masyarakat. Kami melihat banyak kiriman karangan bunga sebagai wujud harapan masyarakat kepada KPK dalam memberantas korupsi,” ujar Budi.
Selain TOP, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya, yakni RES (Kepala UPTD Gunung Tua merangkap PPK), HEL (PPK Satker PJN Wilayah I Sumut), KIR (Direktur Utama PT DNG), dan RAY (Direktur PT RN). Proyek yang menjadi obyek perkara meliputi pekerjaan jalan di wilayah Kota Pinang, Gunung Tua, hingga pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot dengan total anggaran Rp 231,8 miliar. Modus yang terungkap adalah penunjukan penyedia jasa tanpa lelang resmi, yang diduga dilakukan atas perintah TOP.

Direktur Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu menegaskan, penetapan para tersangka dilakukan setelah gelar perkara internal. “KIR dan RAY selaku pihak swasta memberi suap kepada TOP, RES, dan HEL untuk memuluskan penunjukan rekanan proyek. Tidak ada proses tender yang sah dalam kasus ini,” jelas Asep.
Kasus ini kembali membuka ruang diskusi mendalam terkait integritas birokrasi dan tata kelola proyek infrastruktur di tingkat daerah. Dari perspektif hukum, dugaan pelanggaran yang terjadi erat kaitannya dengan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Praktik penunjukan langsung rekanan tanpa mekanisme lelang tidak hanya melanggar prinsip transparansi, tetapi juga menyalahi regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dari sisi politik dan tata kelola pemerintahan, OTT ini menunjukkan bahwa sistem pengawasan internal di pemerintah daerah (pemda) masih lemah. Keberadaan proyek bernilai ratusan miliar yang dapat “diatur” tanpa lelang memperlihatkan celah pada mekanisme check and balance di tingkat daerah. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas Inspektorat Daerah dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dalam mengawasi jalannya pengadaan.
Lebih jauh, dari perspektif etika tata kelola, tindakan para pejabat yang terlibat menciderai prinsip-prinsip good governance: transparansi, akuntabilitas, dan integritas. Korupsi di sektor infrastruktur tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak langsung pada kualitas layanan publik dan pembangunan daerah.
Baca juga : Polres Lampung Timur Rayakan Hari Bhayangkara ke-79: Momentum Memperkuat Sinergi Polri dan Pemerintah Daerah
Respons masyarakat berupa kiriman karangan bunga dan dukungan moral menjadi indikator bahwa kepercayaan publik terhadap KPK tetap tinggi di tengah berbagai dinamika politik nasional. Dukungan ini menjadi modal sosial penting bagi KPK untuk melanjutkan upaya penegakan hukum, sekaligus mendorong pendekatan pencegahan yang lebih sistemik.
Budi Prasetyo menegaskan, KPK tidak akan berhenti pada OTT ini semata. “KPK masih terus mendalami dan menelusuri proyek-proyek lainnya, termasuk melalui pendekatan pencegahan,” ujarnya.
Penggeledahan yang masih berlangsung di Kantor Dinas PUPR Sumut di Medan diharapkan dapat membuka lebih banyak fakta terkait pola korupsi di sektor infrastruktur. Sebab, kasus serupa berpotensi terjadi di daerah lain jika celah regulasi dan lemahnya pengawasan tidak segera diperbaiki.
Kasus OTT proyek jalan di Sumut menjadi cermin penting bagi pemerintah pusat dan daerah untuk membenahi tata kelola proyek infrastruktur. Selain langkah represif melalui penindakan, perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa, serta penguatan kapasitas pengawasan internal, menjadi kunci agar praktik serupa tidak terulang.
Pewarta : Yudha Purnama
