
RI News Porta. Tel Aviv, Israel – Sebuah kapal bantuan kemanusiaan yang berupaya menembus blokade Israel terhadap Jalur Gaza dicegat oleh militer Israel pada Sabtu (26/7) malam di perairan internasional. Insiden ini memicu kecaman dari organisasi hak asasi manusia dan menambah sorotan terhadap kondisi kemanusiaan yang semakin memburuk di wilayah tersebut.
Kapal Handala, yang dioperasikan oleh Freedom Flotilla Coalition, dicegat secara paksa oleh Angkatan Laut Israel sekitar 40 mil laut dari pantai Gaza. Sebanyak 21 aktivis dan jurnalis internasional ditahan, serta seluruh muatan kapal yang berisi bantuan sipil — termasuk susu bayi, makanan, dan obat-obatan — disita.
Koalisi Freedom Flotilla dalam pernyataannya menyatakan bahwa muatan bantuan tersebut sepenuhnya bersifat non-militer dan ditujukan langsung kepada penduduk sipil Gaza yang mengalami “kelaparan yang disengaja dan kehancuran sistem medis” akibat blokade Israel yang telah berlangsung sejak 2007.

Blokade darat, laut, dan udara terhadap Gaza yang diberlakukan Israel, dengan dukungan dari Mesir, telah memicu kekhawatiran komunitas internasional dan badan-badan PBB. PBB dan organisasi kemanusiaan telah memperingatkan risiko kelaparan dan meningkatnya krisis kesehatan masyarakat, terutama setelah meningkatnya konflik bersenjata dalam beberapa bulan terakhir.
Militer Israel belum memberikan tanggapan resmi atas tudingan penggunaan kekerasan saat intersepsi. Namun, Kementerian Luar Negeri Israel melalui akun X (Twitter) menyatakan bahwa kapal dibawa ke pelabuhan Ashdod untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Organisasi hak asasi manusia regional Adalah menyebut tindakan Israel sebagai pelanggaran terhadap hukum laut internasional dan prinsip non-intervensi di wilayah perairan internasional. “Kapal Handala tidak pernah memasuki perairan teritorial Israel dan secara eksplisit ditujukan ke perairan Palestina, sesuai pengakuan hukum internasional,” ujar perwakilan Adalah.
Baca juga : Tragedi Anjloknya Kereta Regional di Jerman Selatan: Tiga Tewas dan Puluhan Luka, Penyebab Masih Diselidiki
Adalah juga melaporkan bahwa pengacara tidak diberikan akses ke para aktivis yang ditahan, yang mencakup anggota parlemen dan pegiat HAM dari 10 negara. Ini menimbulkan pertanyaan serius terkait transparansi penahanan dan hak atas bantuan hukum.
Pemerintah Italia menyatakan keprihatinannya terhadap dua warganya yang ikut ditahan. Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani telah melakukan komunikasi diplomatik dengan Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar, yang menyampaikan bahwa bila para warga asing tidak bersedia meninggalkan Israel secara sukarela, maka deportasi paksa akan dilakukan dalam waktu tiga hari.
Di antara para aktivis yang ditahan terdapat tujuh warga negara Amerika Serikat, termasuk seorang pengacara hak asasi manusia, seorang veteran perang Yahudi-Amerika, dan seorang aktivis Yahudi-AS. Koalisi menyebut kehadiran mereka sebagai simbol solidaritas lintas negara dan etnis terhadap warga sipil Palestina yang terjebak dalam krisis kemanusiaan berkepanjangan.
Intersepsi terhadap kapal Handala menjadi insiden kedua dalam beberapa bulan terakhir setelah kapal Madleen yang mengangkut aktivis iklim Greta Thunberg juga dicegat pada Juni. Pada Mei lalu, kapal Conscience bahkan mengalami serangan drone yang membuatnya lumpuh di lepas pantai Malta.
Rangkaian peristiwa ini menyoroti semakin meningkatnya ketegangan antara Israel dan gerakan masyarakat sipil global yang menuntut pembukaan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza. Akademisi dan pengamat hukum internasional menilai bahwa insiden-insiden ini dapat memperkuat argumentasi bagi investigasi independen atas praktik blokade dan penggunaan kekuatan Israel di perairan internasional.
Peristiwa ini kembali menempatkan Israel dalam sorotan diplomasi internasional, terutama di tengah tekanan yang meningkat terhadap Tel Aviv untuk mengurangi pembatasan bantuan kemanusiaan. Komunitas internasional dituntut untuk bersikap tegas dalam mendorong penghormatan terhadap hukum kemanusiaan internasional dan akses tak terhambat bagi bantuan sipil ke wilayah konflik.
Sementara itu, nasib 21 aktivis dan jurnalis yang ditahan masih belum jelas. Ketertutupan informasi dan penolakan akses pengacara menunjukkan potensi pelanggaran terhadap standar perlindungan hukum internasional yang berlaku bagi warga sipil.
Pewarta : Setiawan S.TH
