
RI News Portal. Bangkok 1 Juli 2025 — Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan menangguhkan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra di tengah penyelidikan dugaan pelanggaran etika, menyusul bocornya percakapan telepon dengan pemimpin senior Kamboja, Hun Sen. Keputusan ini memicu spekulasi bahwa kebangkitan politik keluarga Shinawatra, yang sempat meraih momentum tahun lalu, kembali terancam berakhir dengan kejatuhan.
Paetongtarn adalah anggota ketiga keluarganya yang menduduki kursi perdana menteri, mengikuti jejak ayahnya, Thaksin Shinawatra, serta bibinya, Yingluck Shinawatra. Thaksin, seorang miliarder telekomunikasi dan tokoh politik berpengaruh, digulingkan melalui kudeta militer pada 2006, sementara Yingluck dijatuhkan lewat putusan pengadilan pada 2014. Meski demikian, basis pendukung keluarga Shinawatra tetap kuat, terutama di kalangan pemilih pedesaan dan masyarakat kelas menengah bawah yang merasakan manfaat kebijakan populis mereka.
Saat berkampanye pada 2022, Paetongtarn berupaya menegaskan kemandiriannya dari bayang-bayang ayahnya. Ia menyatakan, meski bangga menjadi putri Thaksin, dirinya memiliki keputusan politik sendiri dan berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Namun skandal kebocoran percakapan dengan Hun Sen belakangan dinilai merugikan kepentingan dan citra Thailand, terutama setelah menyinggung soal seorang komandan militer Thailand yang vokal. Kritikus menuduh Paetongtarn berusaha meredam ketegangan dengan Kamboja secara tidak patut, bahkan dianggap melemahkan posisi nasional Thailand.
Paetongtarn memang telah meminta maaf, tetapi menolak mundur atau membubarkan parlemen. Sikap ini dipandang sebagai upaya Partai Pheu Thai untuk mempertahankan kekuasaan. Peneliti politik di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura, Napon Jatusripitak, menilai respons Paetongtarn justru menambah citra bahwa ia gagal memimpin dan lebih mengutamakan kepentingan keluarga dibanding kepentingan negara.
Selain kasus ini, pemerintahan Paetongtarn juga dikritik kurang berhasil menuntaskan sejumlah janji program, seperti kenaikan upah minimum yang tidak merata, kebijakan legalisasi kasino yang kontroversial, serta perubahan berulang dalam program bantuan tunai. Sementara itu, legalisasi pernikahan sesama jenis yang menjadi salah satu kebanggaan pemerintah sebenarnya sudah diprakarsai pendahulunya, bukan gagasan baru dari Paetongtarn sendiri.
Baca juga : Iran Akui Kerusakan Serius Akibat Serangan AS-Israel, Peluang Dialog dengan Washington Masih Terbuka
Posisi keluarga Shinawatra kian terancam setelah Thaksin dituding melakukan kompromi politik dengan kubu konservatif demi bisa kembali ke Thailand dari pengasingan dan mengamankan posisi partainya dalam pemerintahan. Kesepakatan itu sekaligus membuat Partai Move Forward, pemenang suara terbanyak dalam pemilu 2023, tersingkir dari peluang memimpin kabinet.
Kini, banyak pihak menilai “pesona” keluarga Shinawatra telah memudar. “Hanya penerus Shinawatra yang tersisa pun kini ternoda,” ujar Napon. “Nama Shinawatra sudah tidak lagi menjamin kemenangan elektoral.”
Sementara itu, konflik dengan lawan-lawan politik lama keluarga Shinawatra belum sepenuhnya mereda. Yingluck masih hidup di pengasingan, terancam dijebloskan ke penjara jika kembali ke Thailand, dan Thaksin sendiri masih menghadapi sejumlah proses hukum yang belum tuntas.

Kelompok konservatif pro-kerajaan, yang sejak lama menentang kebijakan populis keluarga Shinawatra, juga kembali menggalang protes terhadap Paetongtarn. Kondisi ini dinilai mencerminkan pola berulang di Thailand, di mana pemerintahan keluarga Shinawatra naik berkuasa namun kemudian tumbang oleh tekanan politik, aksi protes jalanan, serta intervensi non-parlemen.
Paetongtarn, 38 tahun, merupakan anak bungsu Thaksin. Sebelum terjun ke politik pada 2021, ia berkarier sebagai eksekutif di bisnis hotel milik keluarga. Bersama suaminya, Pitaka Suksawat — mantan pilot komersial yang kini terlibat di bisnis properti keluarga Shinawatra — Paetongtarn memiliki dua anak.
Dengan penangguhan yang dijatuhkan Mahkamah Konstitusi, masa depan politik Paetongtarn dan stabilitas pemerintahan Thailand kini dipertaruhkan, di tengah bayang-bayang sejarah panjang konflik antara keluarga Shinawatra dan elit konservatif yang berakar kuat di kerajaan Thailand.
Pewarta : Setiawan S.TH
