
RI News Portal. Washington DC – Ketegangan internasional meningkat pada awal Juni 2025 setelah aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg, mengklaim dirinya “diculik” oleh militer Israel saat ikut serta dalam misi kemanusiaan menuju Gaza. Peristiwa ini memicu respons politik dari berbagai pihak, termasuk mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dan membuka kembali perdebatan hukum internasional mengenai legalitas blokade Gaza dan intersepsi kapal sipil di perairan internasional.
Insiden ini terjadi ketika kapal Madleen, yang dioperasikan oleh Freedom Flotilla Coalition (FFC), dicegat oleh pasukan Israel di perairan internasional saat dalam perjalanan dari Sisilia menuju Gaza pada 1 Juni 2025. FFC menyatakan bahwa kapal tersebut membawa bantuan kemanusiaan, termasuk makanan, susu formula bayi, dan peralatan medis, untuk warga sipil di Jalur Gaza yang mengalami krisis kemanusiaan akut.
Dalam sebuah video yang dirilis FFC, Greta Thunberg mengatakan, “Kami telah dicegat dan diculik di perairan internasional oleh pasukan pendudukan Israel, atau pasukan yang mendukung Israel.” Selain Thunberg, kapal juga mengangkut sejumlah tokoh publik seperti Rima Hassan (anggota Parlemen Eropa), Omar Faiad (Al Jazeera), jurnalis Yanis Mhamdi, serta aktivis Yasemin Acar dan Thiago Ávila.

Menanggapi insiden tersebut, mantan Presiden Donald Trump memberikan pernyataan yang bersifat personal dan kontroversial terhadap Thunberg. “Dia orang muda yang pemarah. Saya pikir dia harus mengikuti kelas manajemen kemarahan. Itulah rekomendasi utama saya untuknya,” ujar Trump dalam konferensi pers di Washington DC. Saat ditanya apakah benar Israel menculik Thunberg, Trump menjawab dengan skeptisisme, “Saya pikir Israel sudah punya cukup banyak masalah tanpa menculik Greta Thunberg.”
Kementerian Luar Negeri Israel mengonfirmasi bahwa kapal tersebut telah dialihkan ke pelabuhan Ashdod dan para penumpangnya akan segera dipulangkan ke negara asal masing-masing. Israel menyebut bahwa intersepsi dilakukan dalam rangka menegakkan blokade laut yang telah diberlakukan sejak Hamas mengambil alih Gaza pada Juni 2007, dan diperketat sejak serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
Dalam unggahan di media sosial X (sebelumnya Twitter), Kementerian tersebut menulis dengan nada sinis: “Semua penumpang ‘kapal pesiar swafoto’ selamat dan tidak terluka. Mereka diberi roti lapis dan air. Acaranya sudah selesai.”
Menurut pakar hukum laut internasional, intersepsi kapal sipil di perairan internasional dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) kecuali dibenarkan oleh keadaan perang atau ancaman keamanan langsung. “Jika kapal tidak membawa senjata dan berada di laut lepas, tindakan itu dapat dikualifikasikan sebagai pembajakan negara (state piracy),” ujar Prof. Anne Peters dari Max Planck Institute for Comparative Public Law and International Law.
Baca juga : Penguatan Relasi Kelembagaan: DPC AKPERSI Labuhanbatu Gelar Audiensi dengan Pengadilan Negeri Rantauprapat
FFC dan berbagai organisasi HAM internasional menilai bahwa tindakan Israel melanggar prinsip non-intervensi dan bertentangan dengan hukum humaniter internasional, terutama karena melibatkan penghalangan bantuan kemanusiaan ke zona konflik.
Thunberg, dalam pernyataannya melalui Instagram, menyatakan keikutsertaannya sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap tragedi kemanusiaan di Gaza. “Dunia tidak bisa hanya menjadi penonton yang diam ketika terjadi genosida yang disiarkan langsung,” tegasnya.
Sementara itu, organisasi kemanusiaan dan komunitas akademis terus mendesak agar pengiriman bantuan ke Gaza dilakukan tanpa hambatan dan menyerukan penyelidikan independen terhadap insiden intersepsi kapal tersebut.

Pemerintah Israel telah menyatakan bahwa bantuan dari kapal akan diproses melalui jalur distribusi resmi. Namun, FFC menyangsikan transparansi dan efektivitas dari mekanisme tersebut, terutama mengingat keterbatasan akses yang selama ini diberlakukan di Jalur Gaza.
Para aktivis, termasuk Thunberg, diperkirakan akan dipulangkan dalam beberapa hari ke depan, namun mereka bersumpah untuk terus mengangkat isu Palestina di forum-forum internasional.
Insiden ini memperlihatkan tumpang tindih antara aksi kemanusiaan, konflik geopolitik, hukum internasional, dan advokasi publik. Tanggapan elite politik seperti Donald Trump mencerminkan bagaimana peristiwa kemanusiaan sering kali dikerdilkan oleh retorika personal dan politisasi, alih-alih dianalisis secara etis dan legal. Di sisi lain, peran tokoh muda seperti Thunberg menyoroti meningkatnya peran generasi baru dalam diplomasi moral global.
Pewarta : Yudha Purnama

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal
#teman, #all, #wartawan, #berita