
“Model orang tua asuh seperti GENTING sangat potensial karena menggabungkan pendekatan gizi spesifik dan sensitif. Intervensi tidak hanya soal pemberian makanan bergizi, tapi juga memperbaiki lingkungan rumah, air bersih, dan pendampingan psikososial,”
RI News Portal. Gunungkidul, 14 Mei 2025 — Pemerintah Kabupaten Gunungkidul secara resmi meluncurkan Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (disingkat GENTING) di Kapanewon Karangmojo. Inisiatif ini diluncurkan bersamaan dengan kegiatan bakti sosial pelayanan Keluarga Berencana (KB) dalam rangka memperingati Hari Ikatan Bidan Indonesia (IBI), yang dilaksanakan serentak di 12 fasilitas kesehatan di seluruh wilayah kabupaten.
Gerakan GENTING merupakan bentuk intervensi sosial terstruktur berbasis data untuk menanggulangi stunting melalui pendekatan gotong royong masyarakat. Sasaran utama dari program ini adalah keluarga-keluarga dengan balita stunting yang telah teridentifikasi dalam basis data Kartu Registrasi Stunting (KRS) dan aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) milik Dinas Kesehatan Gunungkidul.

Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, dalam pidato peluncurannya menyatakan bahwa GENTING tidak hanya berfungsi sebagai program bantuan semata, tetapi lebih sebagai refleksi dari komitmen sosial kolektif untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur, lestari, dan berkeadaban. “GENTING bukan sekadar bantuan, tapi bentuk keberpihakan sosial masyarakat,” tegas Joko.
Ia juga menekankan bahwa permasalahan stunting bersifat multidimensional, mencakup aspek gizi, sanitasi, pendidikan, ekonomi, hingga kependudukan, sehingga memerlukan kerja kolaboratif lintas sektor. Pemerintah daerah mengundang aparatur sipil negara (ASN), organisasi profesi, tokoh agama, komunitas pemuda, serta dunia usaha untuk berperan sebagai “orang tua asuh” dalam skema pendampingan keluarga rentan.
Sekretaris Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Gunungkidul, Sujarwo, menjelaskan bahwa GENTING telah diimplementasikan di empat kapanewon: Semin, Gedangsari, Girisubo, dan Karangmojo. Intervensi yang dilakukan mencakup:
- Babonisasi, yaitu pemberian ayam petelur kepada keluarga berisiko stunting untuk mendukung pemenuhan gizi protein hewani.
- Lantainisasi rumah guna meningkatkan kualitas sanitasi dan mencegah infeksi berulang.
- Penyediaan air bersih sebagai prasyarat utama kesehatan lingkungan.
- Pembangunan jamban sehat sebagai bagian dari upaya pencegahan diare dan penyakit infeksi lainnya.
Untuk pelaksanaan di Karangmojo, program ini mendapat sokongan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIY sebesar Rp 50 juta. Dana tersebut dialokasikan secara strategis untuk pemenuhan gizi dan perbaikan sanitasi keluarga sasaran.
Lebih lanjut, Sujarwo menjelaskan bahwa gerakan GENTING akan dikembangkan ke arah pemetaan individual berbasis masalah keluarga. Setiap orang tua asuh didorong untuk tidak hanya memberi materi, tetapi juga hadir sebagai pendamping sosial yang membantu keluarga menghadapi masalah administrasi kependudukan, kepesertaan jaminan kesehatan, hingga kebutuhan gizi spesifik.
Adapun pelayanan KB dalam kegiatan ini juga diarahkan untuk mendukung upaya pencegahan stunting melalui promosi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang lebih efektif dalam mengatur kelahiran dan perencanaan keluarga.

Berdasarkan Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 4/KPTS/2024, terdapat sepuluh kalurahan prioritas stunting pada tahun 2025, termasuk Semanu, Hargomulyo, Tegalrejo, Semin, Ngeposari, Candirejo, Watusigar, Karangasem, Tancep, dan Karangmojo. Langkah ini selaras dengan strategi nasional yang mengedepankan pendekatan berbasis desa dalam percepatan penurunan stunting.
Sebagai bagian dari laporan quick win, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Kalurahan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (PMKP2KB) mencatat bahwa Gertak Stunting—gerakan percepatan serupa—telah menyasar 144 desa di Gunungkidul. Intervensi yang dilakukan meliputi pelatihan pelaporan digital untuk kader pembangunan manusia, peningkatan insentif melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Kalurahan (APBKAL), serta pelaksanaan mini lokakarya lintas sektor secara periodik.
Program GENTING di Gunungkidul mencerminkan penerapan pendekatan multi-sectoral collaboration dan community-based intervention dalam kebijakan publik untuk mengatasi stunting. Pendekatan ini selaras dengan rekomendasi WHO dan UNICEF terkait pentingnya integrasi sektor kesehatan, sosial, dan infrastruktur dalam penurunan prevalensi stunting.
Selain itu, skema orang tua asuh yang berbasis data dan disertai dengan pendampingan berjenjang dapat menjadi model replikasi nasional bagi kabupaten/kota lain yang menghadapi tantangan serupa. Kolaborasi dengan sektor swasta (melalui CSR) juga memperlihatkan sinergi antara aktor negara dan non-negara dalam pembangunan kesehatan masyarakat.
Pewarta : Lee Ano

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal