RI News Portal. Jakarta, 8 November 2025 – Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) menginisiasi ruang diskusi terbuka guna memperkokoh fondasi ekosistem fotografi di Indonesia, yang kini menghadapi gelombang kontroversi etika di ruang publik. Langkah ini menandai pendekatan pemerintah sebagai mitra kolaboratif, bukan sekadar pengawas, dalam menavigasi tantangan yang mengancam rantai nilai subsektor kreatif nasional.
Deputi Bidang Kreativitas Media Kemenekraf, Agustini Rahayu, menekankan peran strategis fotografi sebagai pilar ekonomi kreatif. “Kami berkomitmen membuka saluran distribusi dan komersialisasi yang inklusif, sehingga dinamika lapangan dapat langsung menjadi masukan bagi kebijakan,” katanya dalam pernyataan resmi yang diterima di Jakarta pada Sabtu.
Puncak inisiatif ini adalah forum “Mendengar dari Balik Lensa”, diselenggarakan di Jakarta pada Jumat (7/11). Acara tersebut merespons eskalasi perdebatan etika fotografi, yang sering memicu konflik antara pelaku seni, masyarakat, dan otoritas. Tujuannya adalah membangun kerangka bersama yang menjamin keamanan, produktivitas, dan harmoni antarpemangku kepentingan.

Agustini menjelaskan bahwa disrupsi etika tidak hanya mengganggu operasional harian, tapi juga merembet ke stabilitas ekonomi kreatif secara luas. “Pendekatan kami adalah fasilitasi kolaboratif, menghindari polarisasi, untuk menciptakan tata kelola yang transparan dan berkelanjutan,” ujarnya. Ia menambahkan, pemerintah berposisi sebagai koordinator yang menjembatani kepentingan, memastikan industri fotografi berkembang dalam lingkungan yang sehat.
Direktur Penerbitan dan Fotografi Kemenekraf, Iman Santosa, menyebut forum ini sebagai manifestasi komitmen jangka panjang. “Kami akan merumuskan rekomendasi kolektif untuk disampaikan ke pemerintah daerah, Kementerian Komunikasi dan Digital, serta instansi terkait, guna solusi konkret yang mendukung rasa aman dan saling menghormati,” tuturnya.
Baca juga : Sanur: Jantung Ekonomi Denpasar yang Harus Dirawat Bersama
Fotografer profesional Jerry Aurum, yang turut berpartisipasi, memuji antusiasme peserta sebagai bukti vitalitas komunitas. “Fotografi mencerminkan perspektif kolektif terhadap manusia dan ruang bersama. Dialog ini krusial untuk menyeimbangkan perlindungan hukum dengan kebebasan ekspresi,” katanya.
Melalui serangkaian diskusi mendalam, Kemenekraf berupaya melahirkan sinergi lintas sektor yang berkesinambungan. Fotografi, sebagai bentuk ekspresi visual sekaligus aset ekonomi, diharapkan terlindungi dari ancaman fragmentasi, sehingga kontribusinya terhadap pertumbuhan kreatif nasional tetap optimal. Inisiatif ini menjadi langkah awal menuju rekomendasi kebijakan yang inklusif, melibatkan suara langsung dari para pelaku di lapangan.
Pewarta : Vie

