
RI News Portal. Jakarta, 8 Juni 2025 — Pasangan ganda putra Indonesia Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto harus mengakhiri perjuangan mereka di babak semifinal turnamen bulu tangkis Indonesia Open 2025 setelah dikalahkan oleh pasangan Korea Selatan Kim Won Ho dan Seo Seung Jae melalui pertarungan ketat tiga gim: 18–21, 21–19, dan 21–23, di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (7/6).
Dalam pernyataan tertulisnya yang dirilis Minggu pagi di Jakarta, Fajar mengungkapkan bahwa faktor utama kekalahan mereka adalah kecenderungan bermain terburu-buru, terutama pada poin-poin krusial. “Saat poin-poin krusial, kami malah bermain terburu-buru dan hal itu menjadi bumerang untuk kami,” ujar Fajar.
Kekalahan ini menjadi bahan evaluasi penting dalam konteks psikologi kompetisi, khususnya pada tekanan performa di fase penentuan. Berdasarkan teori performance anxiety dalam olahraga, atlet yang berada dalam tekanan tinggi sering kali mengalami over-arousal, yang menyebabkan pengambilan keputusan yang kurang matang—sebuah kondisi yang tampak relevan dalam kasus Fajar/Rian.

Secara teknis, permainan terburu-buru dapat diartikan sebagai kurangnya set-up strategy dalam pola permainan. Rian Ardianto dalam keterangannya mengakui bahwa mereka terlalu cepat menyerang tanpa membangun struktur permainan yang matang. “Ke depannya kami harus lebih sabar lagi dan tidak terburu-buru saat menyelesaikan serangan dan bermain lebih aman lagi,” ucap Rian.
Pernyataan ini mengarah pada pentingnya manajemen tempo dalam ganda putra, yang menuntut sinergi antara agresivitas dan pengendalian ritme. Pasangan Korea Selatan dikenal dengan pertahanan solid dan transisi cepat ke serangan balik, sehingga kesalahan strategi dari lawan dapat dengan mudah dieksploitasi menjadi poin.
Fajar/Rian membawa motivasi tinggi untuk menciptakan “All Indonesian Final”, menyusul keberhasilan pasangan Sabar Karyaman Gutama/Moh Reza Pahlevi Isfahani yang lebih dahulu melaju ke final. Namun, dorongan ini justru bisa berbalik menjadi tekanan internal. Dalam kerangka goal orientation theory, motivasi berlebihan untuk mencapai target prestasi tanpa mengelola proses kompetisi dapat menyebabkan tekanan performatif, sebagaimana terlihat dalam pertandingan ini.
Baca juga : Denpasar Anggarkan Rp3,5 Miliar untuk PKB 2025: Penguatan Identitas Kultural Lewat Partisipasi Komunal
“Kami sebenarnya sudah mengeluarkan permainan terbaik,” ungkap Fajar. Namun, dalam realitas kompetisi, “terbaik” secara teknis tidak selalu cukup bila tidak dibarengi dengan kontrol psikologis dan strategi responsif terhadap dinamika lawan.
Di tengah kekecewaan, Fajar/Rian menyatakan harapan besar kepada pasangan Sabar/Reza yang akan bertarung di partai final. Mereka menekankan pentingnya pengaturan pola serangan yang sabar dan taktis, mengingat lawan di final memiliki pertahanan yang solid. Ini menunjukkan bentuk solidaritas dan transfer pengalaman antar sesama atlet nasional, sebuah nilai penting dalam pembinaan olahraga prestasi.
Kekalahan Fajar/Rian di Indonesia Open 2025 bukan hanya sekadar hasil kompetisi, tetapi juga cerminan kompleksitas dinamika psikologis dan strategi dalam olahraga elit. Evaluasi terhadap faktor “terburu-buru” menjadi titik masuk untuk memperkuat kesiapan mental dan teknis para atlet nasional ke depannya. Dalam ekosistem olahraga profesional, pembelajaran dari kekalahan justru kerap menjadi fondasi dari kemenangan yang lebih besar.
Pewarta : Vie

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal