
RI News Portal. Makkah, Arab Saudi 04 Juni 2025 – Dalam upaya menjaga kenyamanan dan kemaslahatan jamaah haji Indonesia, khususnya pasangan suami-istri, orang tua-anak, serta jamaah lansia atau penyandang disabilitas beserta pendampingnya, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi menerbitkan edaran baru yang mengatur penggabungan penempatan jamaah yang terpisah. Langkah ini menjadi respons konkret atas permasalahan yang muncul akibat sistem penempatan hotel berbasis syarikah.
Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M. Hanafi, mengonfirmasi bahwa edaran tersebut dikeluarkan pada Sabtu, 17 Mei 2025, menyusul laporan sejumlah jamaah yang terpisah dari pasangan atau pendampingnya setelah tiba di Makkah. Menurutnya, edaran tersebut diterbitkan untuk menjamin prinsip kemaslahatan dalam pelayanan ibadah haji, yang menjadi tanggung jawab moral dan administratif negara pengirim.
“Kami mengambil kebijakan ini untuk memastikan para jamaah, terutama yang memiliki kebutuhan khusus dalam relasi sosial dan pengasuhan, dapat beribadah dengan tenang dan aman,” jelas Muchlis dalam keterangan persnya.

Kebijakan berbasis syarikah, yakni penyatuan layanan akomodasi oleh penyedia lokal di Arab Saudi, memang memberikan efisiensi logistik, namun menimbulkan dampak turunan berupa terpisahnya keluarga atau pasangan suami istri dalam penempatan kamar hotel. Dalam konteks pelayanan publik, situasi ini menimbulkan ketidaknyamanan psikologis yang dapat mengganggu kekhusyukan ibadah haji yang notabene merupakan rukun Islam kelima.
Menjelang puncak ibadah haji, yakni wukuf di Arafah dan pelontaran jumrah, Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, turut menyampaikan imbauan penting kepada jamaah. Dalam konferensi persnya di Makkah, ia mengingatkan bahwa seluruh jamaah Indonesia akan melaksanakan wukuf pada Kamis, 5 Juni 2025 waktu Arab Saudi.
“Kami mengimbau seluruh jamaah untuk menjaga kesehatan dan mematuhi seluruh aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Ketertiban dan kedisiplinan merupakan bagian penting dari kesempurnaan ibadah,” tegas Nasaruddin.
Lebih lanjut, Nasaruddin mengajak seluruh umat Islam dunia untuk menunaikan ibadah puasa Arafah sebagai bentuk solidaritas spiritual dengan jamaah haji yang sedang menjalani wukuf di Arafah
Kebijakan penggabungan ini juga merefleksikan pendekatan humanistik dalam manajemen haji, di mana faktor relasi sosial jamaah tetap diperhitungkan sebagai bagian integral dari pelayanan keagamaan. Di sisi lain, para petugas PPIH menyatakan kesiapannya dalam menjalankan tugas dengan optimal—dari tahap keberangkatan, pelayanan di tanah suci, hingga pemulangan jamaah ke tanah air.
“Kami tidak ingin hanya menjadi pelaksana teknis, tetapi juga pelayan ibadah. Harapannya, pelayanan ini menjadi ladang amal ibadah dan jalan menuju kemabruran haji bagi semua pihak yang terlibat,” ungkap seorang petugas PPIH di Makkah.
Kebijakan penggabungan kembali jamaah yang terpisah oleh sistem syarikah merupakan bentuk intervensi administratif yang mencerminkan responsivitas negara terhadap kebutuhan spiritual dan psikososial warga negaranya. Dalam konteks tata kelola haji modern, pendekatan ini memperlihatkan integrasi antara kebijakan teknokratis dengan etika pelayanan publik berbasis nilai-nilai Islam.
Ke depan, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap model layanan berbasis syarikah agar dapat lebih inklusif terhadap struktur sosial jamaah, terutama bagi yang bepergian bersama pasangan, keluarga, atau memerlukan pendampingan khusus.
Pewarta : Alifika Darwis

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal