RI News Portal. Parma, 9 November 2025 – Dalam laga yang sarat drama taktis pada pekan ke-11 Liga Italia, AC Milan terpaksa puas dengan satu poin setelah dipaksa bermain imbang 2-2 oleh tuan rumah Parma di Stadion Ennio Tardini. Pertandingan yang berlangsung sengit ini menyoroti kontras antara penguasaan bola Milan yang superior dan ketangguhan defensif Parma yang mampu membalikkan defisit dua gol, menjadi studi kasus menarik tentang adaptasi strategi di level tertinggi sepak bola Eropa.
Milan, yang datang dengan ambisi mempertahankan tekanan pada puncak klasemen, langsung mengambil inisiatif sejak peluit awal. Gol pembuka pada menit ke-12 lahir dari skema serangan cepat yang melibatkan Christopher Nkunku, whose umpan terukur diselesaikan dengan dingin oleh Alexis Saelemaekers. Momen ini tidak hanya mencerminkan efisiensi transisi Milan dari bertahan ke menyerang, tapi juga mengekspos kerentanan lini tengah Parma dalam menghadapi pressing tinggi. Upaya Parma untuk membalas langsung digagalkan oleh keputusan VAR yang menganulir gol Patrick Cutrone karena posisi offside tipis, sebuah intervensi teknologi yang semakin menjadi penentu dalam dinamika pertandingan modern.
Keunggulan Milan semakin kokoh pada menit ke-25 melalui eksekusi penalti Rafael Leão, yang dengan tenang mengelabui kiper Zion Suzuki meski tendangannya sempat terbaca. Penalti ini, yang berasal dari pelanggaran di area terlarang, menunjukkan bagaimana Milan memanfaatkan kesalahan individu lawan untuk memperlebar margin. Penguasaan bola Milan mencapai 56 persen sepanjang babak pertama, didukung oleh distribusi bola yang akurat dari gelandang seperti Nkunku, yang menjadi otak di balik alur serangan I Rossoneri.

Namun, Parma—di bawah tekanan klasemen bawah—menunjukkan resiliensi yang patut diapresiasi secara akademis. Tepat sebelum jeda babak pertama, pada menit 45+1, Adrian Bernabé melepaskan tendangan keras dari luar kotak penalti yang tak mampu diantisipasi kiper Milan. Gol ini bukan sekadar penyemangat, melainkan manifestasi dari strategi counter-attacking yang diterapkan pelatih Parma, di mana mereka memanfaatkan ruang kosong yang ditinggalkan Milan saat pushing forward. Babak kedua semakin intens, dengan Bernabé nyaris menyamakan kedudukan melalui sepakan jarak jauh yang hanya melenceng tipis, menandakan pergeseran momentum.
Puncak comeback Parma terjadi pada menit ke-62, ketika Enrico Del Prato menyundul bola masuk dari situasi set-piece, memanfaatkan kelengahan marking Milan di udara. Gol ini, yang lahir dari 17 tembakan Parma (tujuh di antaranya tepat sasaran), menggarisbawahi superioritas mereka dalam hal volume ancaman meski kalah dalam penguasaan bola. Analisis pasca-pertandingan menunjukkan bahwa Parma berhasil meningkatkan intensitas pressing di babak kedua, memaksa Milan ke dalam error distribusi yang jarang terlihat musim ini.
Hasil imbang ini memiliki implikasi signifikan pada peta persaingan Liga Italia. Milan tertahan di peringkat kedua dengan 22 poin dari 11 laga, setara dengan Napoli di puncak, sementara Parma bertahan di posisi ke-17 dengan delapan poin—hanya dua poin di atas garis degradasi. Dari perspektif taktis, laga ini mengilustrasikan bagaimana tim underdog seperti Parma dapat mengounter dominasi melalui disiplin defensif dan eksploitasi momen, sementara Milan perlu merefleksikan konsistensi finishing di bawah tekanan.
Secara keseluruhan, pertandingan ini bukan hanya tentang poin yang hilang, tapi pelajaran tentang evolusi taktik di era sepak bola data-driven, di mana statistik penguasaan bola tak selalu menjamin kemenangan. Parma keluar sebagai pemenang moral, membuktikan bahwa semangat juang bisa meniadakan disparitas kualitas skuad.
Pewarta : Vie

