
RI News Portal. Jakarta 17 Juli 2025 – Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Nakertransgi) Jakarta Selatan kembali menggelar Job Fair Tahap II dengan menawarkan 2.943 lowongan kerja dari berbagai sektor industri. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari, 16–17 Juli 2025, di dua lokasi berbeda: GOR Pasar Minggu, Kecamatan Pasar Minggu, dan Gelanggang Mahasiswa Soemantri Brodjonegoro, Kecamatan Setiabudi.
Acara ini dibuka secara resmi oleh Wali Kota Administrasi Jakarta Selatan, M. Anwar, yang menegaskan bahwa Job Fair merupakan bagian dari misi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Masalah ketenagakerjaan dan pengangguran masih menjadi perhatian serius. Maka itu, melalui Job Fair ini saya harap dapat mengurangi angka pengangguran di DKI Jakarta, khususnya di Jakarta Selatan,” ujar Anwar, Kamis (17/7/2025).

Kepala Dinas Nakertransgi DKI Jakarta, Syaripudin, menjelaskan bahwa penyelenggaraan Job Fair tidak hanya menyediakan informasi lowongan, tetapi juga berperan sebagai jembatan antara pencari kerja dengan perusahaan. “Tolok ukur keberhasilan Job Fair ini bukan hanya dari jumlah pelamar, tetapi juga jumlah yang berhasil diterima kerja. Selain itu, perusahaan kini memudahkan proses rekrutmen, mulai dari pengajuan lamaran secara daring hingga wawancara langsung di lokasi,” ujarnya.
Fidiyah Rohim, Kepala Suku Dinas Nakertransgi Jakarta Selatan, menambahkan bahwa 40 perusahaan berpartisipasi dalam kegiatan ini. “Total ada 2.943 lowongan kerja yang kami sediakan. Selain itu, kami melibatkan 10 UMKM binaan Jakpreneur untuk memberikan dampak ekonomi positif, tidak hanya bagi pencari kerja tetapi juga pelaku usaha kecil,” jelasnya.
Kegiatan Job Fair ini menjadi salah satu instrumen kebijakan pasar tenaga kerja yang diarahkan untuk mengatasi tingkat pengangguran terbuka di wilayah perkotaan. Jakarta Selatan, sebagai kawasan dengan tingkat urbanisasi tinggi, menghadapi tantangan penyerapan tenaga kerja akibat ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja formal.
Menurut teori intermediasi tenaga kerja (labour market intermediation), forum seperti Job Fair berperan penting dalam memperpendek jarak informasi antara pemberi kerja dan pencari kerja, yang secara teoritis dapat menurunkan friksi pasar tenaga kerja. Kehadiran UMKM binaan Jakpreneur juga merefleksikan kebijakan penguatan ekonomi mikro melalui pengembangan kewirausahaan, yang sejalan dengan pendekatan pembangunan inklusif.
Jika dilihat dari indikator keberhasilan, fokus bukan hanya pada kuantitas pelamar, tetapi juga placement rate atau rasio penerimaan kerja. Faktor kualitas sumber daya manusia, relevansi keterampilan (skill matching), serta dukungan teknologi rekrutmen daring akan menentukan efektivitas program ini.
Kesimpulan: Job Fair Jakarta Selatan tidak hanya bersifat seremonial, tetapi juga memiliki dimensi strategis dalam mengurangi pengangguran, memperkuat jejaring usaha, dan menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar.
Pewarta : Yogi Hilmawan
