
RI News Portal. Jakarta 17 Juni 2025 — Tahun 2025 dibuka dengan deretan konflik bersenjata yang mencerminkan memburuknya tatanan internasional dan rapuhnya mekanisme perdamaian global. Dari Eropa Timur hingga Timur Tengah, dari Asia Selatan hingga Afrika Sub-Sahara, dunia menyaksikan eskalasi militer yang semakin mengarah pada konflik regional intensif. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah dunia sedang bergerak menuju Perang Dunia III?
Fragmen Kekerasan Global: Potret Konflik Terkini
Menurut laporan terbaru International Crisis Group dan World Population Review, sepuluh konflik paling berdarah yang berlangsung hingga pertengahan 2025 telah menyebabkan puluhan ribu korban jiwa dan perpindahan penduduk dalam skala besar. Di antara konflik-konflik ini, beberapa di antaranya dinilai sebagai pemicu utama ketegangan global.

- Rusia-Ukraina: Sejak invasi besar-besaran Rusia pada 2022, perang ini telah berkembang menjadi konflik berteknologi tinggi. Operasi Jaring Laba-laba Ukraina pada 1 Juni 2025, yang menghancurkan puluhan pesawat pembom strategis Rusia, menjadi titik balik signifikan. Ketegangan meningkat akibat pernyataan Presiden Donald Trump yang mengecam ketergantungan Ukraina terhadap bantuan AS.
- Israel-Palestina dan Eskalasi Iran-Israel: Dimulai dari serangan Hamas pada Oktober 2023, konflik ini meluas dengan keterlibatan Iran yang mendukung milisi anti-Israel. Serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran dalam Operasi Rising Lion pada 13 Juni 2025 memperbesar kekhawatiran regional. Wilayah sipil Teheran ikut menjadi korban, sementara Ayatollah Khamenei menyatakan balasan akan “menyakitkan dan menentukan.”
- India-Pakistan: Ketegangan memuncak pasca serangan di Kashmir yang menewaskan puluhan warga. Dua negara bersenjata nuklir ini melakukan saling serang melalui operasi militer dan serangan siber. AS berperan sebagai mediator gencatan senjata yang rapuh.
- Sudan dan Kongo: Di Afrika, perang saudara di Sudan dan Kongo menunjukkan lemahnya institusi internasional. Keterlibatan Rwanda di Kongo serta runtuhnya perundingan damai di Sudan memperlihatkan bagaimana kekacauan regional berlangsung tanpa akuntabilitas global.
- Myanmar dan Ethiopia: Konflik berbasis identitas etnis dan perlawanan terhadap rezim militer terus membakar Myanmar dan Ethiopia, menimbulkan bencana kemanusiaan dan eksodus pengungsi. Kegagalan penyelesaian konflik mencerminkan krisis legitimasi otoritas domestik dan lemahnya intervensi komunitas internasional.
- Haiti dan Perang Narkoba Meksiko: Kekacauan di Haiti, pasca pembunuhan presiden dan dominasi geng bersenjata, menjadi potret anarkisme modern. Di Meksiko, kartel narkoba semakin memperluas teror dan kontrol wilayah, mengancam stabilitas regional.
Amerika Serikat di Bawah Trump dan Shifting Geopolitik Global
Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih membawa arah baru kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang lebih unilateral dan transaksional. Pengurangan komitmen terhadap NATO, sikap ambivalen terhadap Ukraina, dan non-intervensi dalam serangan Israel ke Iran menandai perubahan yang mempengaruhi ekuilibrium global.
Sebagian analis melihat AS justru memperparah ketegangan dengan mendukung sistem pertahanan rudal regional yang melibatkan Israel, Arab Saudi, dan Qatar—meskipun secara formal Riyadh dan Doha tidak menyatakan dukungan terhadap serangan Israel.

Ancaman Perang Dunia III: Realitas atau Narasi Ketakutan?
Menurut Mira Safety (2025), meskipun dunia sedang mengalami ketidakstabilan parah, sebagian besar konflik masih bersifat terfragmentasi. Tidak ada blok militer besar yang secara terbuka terlibat dalam konfrontasi langsung. Namun, bahaya eskalasi horizontal dan vertikal tetap nyata.
Negara-Negara yang Berpotensi Terlibat dalam Perang Dunia III:
- Blok Barat: Amerika Serikat, negara-negara NATO, serta mitra Asia-Pasifik seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia—terikat oleh kepentingan strategis menghadapi Rusia dan China.
- Blok Timur dan Global Selatan: Rusia, Iran, dan potensi keterlibatan China, meski posisi Beijing masih ambivalen. Korea Utara, dengan senjata nuklirnya, menjadi wildcard berbahaya.
- Aliansi Dinamis: Arab Saudi dan Qatar meski bukan bagian dari aliansi terbuka, secara teknis terlibat melalui kerja sama sistem pertahanan rudal bersama Israel dan AS.

Titik Balik Sejarah atau Krisis yang Dapat Diredam?
Tahun 2025 menunjukkan bahwa dunia tengah bergerak pada lanskap keamanan baru: multipolar, tidak stabil, dan sulit diprediksi. Ketegangan di berbagai kawasan bukan hanya cermin konflik lokal, melainkan juga akibat rivalitas kekuatan besar yang belum terselesaikan.
Kunci pencegahan Perang Dunia III terletak pada tiga hal utama:
- Kebijakan luar negeri yang akomodatif dan berbasis diplomasi multilateral.
- Penguatan peran organisasi internasional seperti PBB, ASEAN, AU, dan G20.
- Regulasi terhadap teknologi militer baru dan pengawasan perdagangan senjata.
Perang dunia bukanlah keniscayaan. Namun, jika komunitas internasional gagal mengelola krisis secara kolektif, bukan tidak mungkin sebuah insiden kecil dapat menjadi percikan api yang menyalakan konflik global. Oleh karena itu, diplomasi, kerja sama lintas negara, dan revitalisasi hukum internasional harus menjadi prioritas untuk menjaga dunia tetap berada di jalur damai, bukan menuju jurang perang global.
Pewarta : Yudha Purnama

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal
#teman, #all, #wartawan, #berita