
RI News Portal. Tapian Nauli, Angkola Selatan – Di tengah upaya pemerintah daerah untuk mendukung pembangunan lokal melalui Anggaran Dana Kelurahan (ADK), muncul dugaan serius terhadap Lurah Tapian Nauli, Sarifuddin Telambanua, yang diduga menyalahgunakan wewenang dan jabatan dalam pengelolaan dana tersebut untuk tahun 2025. Investigasi mendalam yang dilakukan oleh tim jurnalistik mengungkap indikasi ketidakpatuhan terhadap prosedur musyawarah masyarakat serta ketidaksesuaian spesifikasi dalam proyek infrastruktur, khususnya pembangunan poros jalan rabat beton di Lingkungan Dolok Tapalan.
Berdasarkan pantauan lapangan pada awal September 2025, proyek pembangunan jalan rabat beton sepanjang 223 meter dengan ketebalan 0,15 meter dan lebar 1 meter, yang dianggarkan sebesar Rp70 juta, menjadi pusat perhatian. Informasi dari berbagai sumber masyarakat dan tokoh lokal menunjukkan bahwa proses pengelolaan dana ini diduga dilakukan secara sepihak oleh lurah, tanpa melibatkan musyawarah kelurahan sebagaimana diamanatkan oleh regulasi. Hal ini tidak hanya menimbulkan kekecewaan di kalangan warga, tetapi juga menimbulkan pertanyaan atas integritas pengelolaan dana publik yang seharusnya berorientasi pada kebutuhan prioritas masyarakat.

Seorang warga setempat, yang enggan disebutkan namanya demi alasan keamanan, menyampaikan kepada tim investigasi bahwa pekerjaan jalan tersebut tampak “amburadul dan asal jadi.” Ia menggambarkan bagaimana campuran bahan seperti semen dan pasir tampak tidak melekat dengan baik, sehingga struktur rabat beton dinilai rentan rusak dalam waktu singkat. “Kami melihat langsung di lapangan, ketebalan dan kualitas coran tidak sesuai standar. Ini bukan sekadar keluhan, tapi bukti nyata bahwa prosesnya tidak transparan,” ujarnya. Dugaan ini semakin kuat karena tidak adanya keterlibatan aparat kelurahan lainnya dalam perencanaan, yang menimbulkan spekulasi bahwa lurah bertindak sebagai “pemain tunggal” atau bahkan berperan ganda sebagai pemborong.
Dalam konteks regulasi, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 130 Tahun 2018 secara eksplisit mengatur bahwa pengelolaan ADK harus melibatkan musyawarah pembangunan kelurahan. Mekanisme ini dirancang untuk memastikan partisipasi masyarakat dalam menentukan kegiatan prioritas, sehingga dana dapat dialokasikan secara efektif dan akuntabel. Pelanggaran terhadap ketentuan ini tidak hanya melanggar prinsip tata kelola yang baik, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian negara serta hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi lokal. Analisis akademis terhadap kasus serupa di berbagai daerah menunjukkan bahwa ketidaktransparanan semacam ini sering kali menjadi pintu masuk bagi praktik korupsi kolusi dan nepotisme, yang pada akhirnya menghambat pembangunan berkelanjutan.
Baca juga : Sukses Peringatan HUT RI ke-80, Panitia Kegiatan Jatisrono Resmi Dibubarkan
Masyarakat Tapian Nauli menyuarakan kekecewaan mendalam atas situasi ini. “Kami bukan tidak bersyukur atas anggaran dari pemerintah daerah, tapi sangat disayangkan jika oknum lurah hanya memikirkan keuntungan pribadi tanpa melibatkan kami,” tambah warga tersebut. Ia berharap agar Inspektorat Kabupaten Tapanuli Selatan segera melakukan audit mendalam untuk menginvestigasi dugaan penyelewengan dana, termasuk penyalahgunaan wewenang dalam proyek jalan rabat beton di Dolok Tapalan. Harapan ini mencerminkan tuntutan yang lebih luas akan akuntabilitas, di mana masyarakat bukan sekadar penerima manfaat, melainkan mitra aktif dalam pengawasan.
Di sisi lain, seorang aparat kelurahan yang juga meminta identitasnya dirahasiakan, menyampaikan permohonan agar Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu, segera mengevaluasi kinerja Lurah Sarifuddin Telambanua. “Masyarakat sudah kehilangan kepercayaan karena ulah ini. Evaluasi mendalam diperlukan untuk memulihkan integritas kelurahan,” pintanya. Pernyataan ini menggarisbawahi dampak jangka panjang dari dugaan ini terhadap hubungan antara pemerintah lokal dan warga.
Upaya konfirmasi kepada Lurah Sarifuddin Telambanua dilakukan melalui pesan WhatsApp, namun hingga berita ini diterbitkan pada 1 September 2025, tidak ada respons atau klarifikasi yang diterima. Ketidakhadiran jawaban ini semakin memperkuat dugaan ketidaktransparanan, meskipun prinsip jurnalistik mengharuskan pemberian kesempatan bagi pihak terkait untuk membela diri.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi pengelolaan dana publik di tingkat kelurahan, di mana partisipasi masyarakat bukanlah opsi, melainkan kewajiban. Di era digital saat ini, media online seperti ini berperan dalam mengamplifikasi suara masyarakat untuk mendorong reformasi tata kelola. Pembaca diundang untuk berbagi pandangan melalui komentar di bawah, sambil menunggu tindak lanjut resmi dari otoritas terkait.
Prewarta : Indra Saputra
