
“Pemberian kredit oleh lembaga negara seperti LPEI harus tunduk pada prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas publik. Jika proses seleksi debitur mengandung konflik kepentingan atau indikasi kolusi, maka itu bukan hanya pelanggaran administratif, melainkan potensi tindak pidana korupsi.”
RI News Portal. Jakarta, 20 Mei 2025 — Kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mengemuka sebagai cerminan lemahnya tata kelola pembiayaan negara di sektor ekspor-impor. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima tersangka dan memeriksa sejumlah saksi dari unsur LPEI dan swasta. Pemanggilan saksi oleh KPK, termasuk tokoh korporasi seperti Komisaris Utama PT Mentari Agung Jaya Usaha, mengindikasikan perluasan penyidikan terhadap dugaan kolusi antara lembaga keuangan negara dan entitas bisnis penerima fasilitas.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Yulrisman Djamal, Komisaris Utama PT Mentari Agung Jaya Usaha (MAJU), sebagai saksi dalam penyidikan dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Pemanggilan ini merupakan bagian dari pendalaman peran pihak swasta dalam pengelolaan dan distribusi pembiayaan ekspor yang diduga sarat penyimpangan.
“Atas nama YD, wiraswasta atau Komisaris Utama PT Mentari Agung Jaya Usaha,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta (Selasa, 20/5).

Selain Yulrisman, KPK juga memanggil tiga saksi lainnya, yaitu Kukuh Wirawan (mantan Plt Direktur Analisa Risiko Bisnis atau Direktur Pelaksana IV LPEI tahun 2019–2020), Sylvia (karyawan BJU Group), dan Andre Udiyono Nugroho (seorang kurator). Keempat saksi dijadwalkan diperiksa untuk memberikan keterangan atas dugaan penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan kerugian negara dalam penyaluran kredit ekspor.
Sebelumnya, pada Senin (19/5), KPK telah memeriksa sejumlah pejabat tinggi dan mantan pejabat LPEI, termasuk tersangka utama Dwi Wahyudi (Direktur Pelaksana I LPEI, 2009–2018) dan Arif Setiawan (Direktur Pelaksana IV LPEI, 2014–2018). Pemeriksaan juga menyasar mantan Direktur Eksekutif LPEI, Ngalim Sawego, serta pihak-pihak dari lingkungan internal dan eksternal lembaga.
LPEI yang dibentuk berdasarkan UU No. 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia memiliki mandat strategis dalam mendukung ekspor nasional. Namun, pengungkapan kasus ini menunjukkan adanya dugaan kuat bahwa prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam pemberian fasilitas kredit tidak dijalankan secara semestinya, membuka ruang bagi kolusi antara pengelola lembaga dengan pihak-pihak swasta yang tidak layak kredit.
KPK telah menetapkan lima orang tersangka dalam perkara ini. Dari pihak LPEI, tersangka adalah Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan. Sementara dari pihak debitur PT Petro Energy, tersangka meliputi Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE), Newin Nugroho (Direktur Utama PT PE), dan Susi Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan PT PE).
Tak hanya PT Petro Energy, aliran dana hasil kredit bermasalah juga ditelusuri mengalir ke PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS). Secara total, terdapat 11 debitur yang menerima kredit dari LPEI dan kini menjadi subjek penelusuran dalam penyidikan.
Kasus ini patut mendapat perhatian akademis dan kebijakan publik karena mencerminkan potensi kegagalan tata kelola lembaga keuangan negara non-bank. Adanya kesan “pembiaran” terhadap profil risiko debitur serta dugaan keterlibatan internal LPEI menunjukkan gejala moral hazard yang dapat merusak integritas lembaga pembiayaan negara.

Dari perspektif hukum pidana, kasus ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi dalam bentuk penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001). Pelanggaran prinsip tata kelola dan akuntabilitas publik juga memperkuat pentingnya reformasi regulasi internal LPEI dan pengawasan melembaga dari Kementerian Keuangan.
Dengan cakupan penyidikan yang semakin luas, kasus dugaan korupsi LPEI menjadi preseden penting dalam pengawasan lembaga pembiayaan negara. Kolaborasi antarpihak, baik dari internal lembaga maupun korporasi swasta, menciptakan ekosistem yang rentan terhadap korupsi sistemik. Perlu pendekatan lintas sektor—baik penegakan hukum, reformasi kebijakan, hingga edukasi integritas korporasi—untuk mencegah pengulangan praktik serupa di masa depan.
Pewarta : Yogi Hilmawan

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal