
“Penting untuk dicatat bahwa ekosistem yang ada di sekitar Gunung Anyemaqen sangat sensitif terhadap perubahan iklim. Vegetasi yang ada berperan sebagai penyangga terhadap erosi tanah dan penyerapan air. Dengan memahami dampak perubahan iklim terhadap vegetasi lokal, kita bisa merancang langkah-langkah konservasi yang lebih efektif, seperti reboisasi, untuk memastikan keberlanjutan aliran air di Sungai Kuning.”
RI News Portal. Jakarta, 15 Mei 2025 – Sebuah ekspedisi ilmiah yang diselenggarakan oleh konsorsium peneliti dari berbagai universitas dan lembaga riset, baru-baru ini berlangsung di Gunung Anyemaqen, Jawa Barat. Ekspedisi ini bertujuan untuk melakukan kajian mendalam mengenai dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air, khususnya Sungai Kuning, yang berasal dari kawasan hulu Gunung Anyemaqen. Kajian ini bertujuan untuk merumuskan strategi mitigasi dalam melindungi sumber air vital tersebut agar tetap tersedia untuk kebutuhan masyarakat di sekitar aliran sungai, serta menjaga keseimbangan ekosistem daerah aliran sungai (DAS).
Sungai Kuning, yang membentang dari puncak Gunung Anyemaqen, memiliki peran penting dalam menyediakan sumber air bagi ratusan ribu jiwa di wilayah Subang dan sekitarnya. Sungai ini tidak hanya memenuhi kebutuhan air rumah tangga, tetapi juga digunakan untuk irigasi pertanian yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, kawasan ini mengalami dampak serius akibat perubahan iklim global yang mempengaruhi curah hujan, suhu, dan pola aliran air.

Kajian ilmiah ini dilatarbelakangi oleh penurunan signifikan volume air yang mengalir ke Sungai Kuning, terutama pada musim kemarau. Sebagian besar sumber air utama berasal dari salju dan es yang mencair di puncak Gunung Anyemaqen, yang kini semakin berkurang akibat meningkatnya suhu global. Perubahan ini mengancam ketersediaan air sepanjang tahun dan dapat memperburuk potensi krisis air di masa depan.
- Analisis Hidrologi dan Perubahan Iklim:
Tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. Dian Pratiwi, seorang pakar hidrologi dari Universitas Indonesia, memfokuskan penelitian pada perubahan pola aliran air yang dipengaruhi oleh kenaikan suhu global. Salah satu variabel yang dianalisis adalah turunnya volume salju di puncak gunung, yang berfungsi sebagai cadangan air utama bagi sungai. “Berdasarkan data satelit dan pemantauan suhu, kami menemukan bahwa salju di puncak gunung mencair lebih cepat pada musim penghujan dan lebih sedikit terakumulasi pada musim dingin. Hal ini mempengaruhi kontinuitas aliran air ke sungai,” ujar Dr. Dian dalam konferensi pers. - Perubahan Ekosistem dan Dampaknya Terhadap Sumber Daya Alam:
Penelitian ekologi juga dilakukan untuk memahami bagaimana perubahan iklim memengaruhi vegetasi dan tanah di sekitar kawasan hulu. Perubahan suhu dan curah hujan yang ekstrem berpotensi mengubah komposisi flora dan fauna, serta mempengaruhi kapasitas tanah dalam menyimpan air. Peneliti dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) bekerja sama dengan para ahli botani untuk memetakan spesies tanaman yang terancam punah akibat pergeseran iklim, yang dapat mempercepat erosi tanah dan menurunkan kualitas air. - Modeling Proyeksi Perubahan Iklim dan Dampaknya pada Ketersediaan Air:
Untuk memprediksi potensi perubahan lebih lanjut, tim menggunakan model iklim dan hidrologi untuk meramalkan aliran air Sungai Kuning dalam beberapa dekade mendatang. Data dari pemantauan lapangan, citra satelit, dan model komputer digunakan untuk mensimulasikan bagaimana aliran sungai akan berubah seiring waktu jika tren perubahan iklim terus berlanjut.
Baca juga : Diplomasi Bisnis: Lawatan Trump ke Arab Saudi Disorot Dunia
Temuan Awal dan Rekomendasi
Hasil kajian awal menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam volume air yang mengalir ke Sungai Kuning selama musim kemarau, yang diduga akibat pengurangan akumulasi salju di puncak gunung. Penurunan curah hujan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir juga memperburuk kondisi ini. “Kami memprediksi bahwa dalam dua dekade mendatang, aliran air akan semakin menurun, terutama pada musim kemarau. Hal ini akan meningkatkan tekanan pada sistem pertanian dan kebutuhan air di wilayah hilir,” ungkap Dr. Dian.
Sebagai langkah mitigasi, ekspedisi ini juga menyarankan beberapa tindakan konservasi yang perlu dilakukan, antara lain:
- Reboisasi di Kawasan Hulu: Untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air dan mengurangi erosi.
- Pembangunan Infrastruktur Penampungan Air: Membangun waduk atau bendungan kecil di kawasan hulu untuk menampung air selama musim hujan sebagai cadangan saat musim kemarau.
- Pelatihan dan Penyuluhan kepada Masyarakat: Agar masyarakat lokal dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, misalnya dengan mengelola sumber daya air secara lebih efisien dan berbasis konservasi.
Dampak Jangka Panjang dan Kolaborasi Peneliti
Ekspedisi ini tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan data ilmiah yang akurat, tetapi juga untuk mendorong kolaborasi antara berbagai pihak terkait—baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga internasional—untuk merumuskan kebijakan adaptasi yang efektif terhadap perubahan iklim.

Menurut Prof. Agus Wibowo, seorang ahli perubahan iklim dari Universitas Gadjah Mada, “Penelitian ini memberikan gambaran jelas bahwa perubahan iklim tidak hanya mempengaruhi suhu dan cuaca, tetapi juga berpotensi mengubah pola hidup masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam. Oleh karena itu, kolaborasi antara ilmuwan, pemerintah, dan masyarakat sangat krusial dalam merancang solusi jangka panjang.”
Kajian ilmiah ini diperkirakan akan memberikan kontribusi penting dalam upaya pengelolaan sumber daya air yang lebih berkelanjutan di Indonesia, serta menjadi model bagi daerah lain yang menghadapi tantangan serupa akibat dampak perubahan iklim.
Ekspedisi ilmiah ke Gunung Anyemaqen diharapkan dapat menjadi tonggak penting dalam upaya melindungi ekosistem hulu dan sumber daya air yang vital bagi kehidupan masyarakat. Dengan berbagai temuan dan rekomendasi yang dihasilkan, diharapkan kebijakan konservasi dan mitigasi perubahan iklim dapat diimplementasikan secara lebih efektif, untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap keberlanjutan kehidupan di wilayah tersebut.
Pewarta : Setiawan S.Th

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal