
“Polemik pembangunan pabrik semen di Pracimantoro bukan semata perkara pro dan kontra terhadap investasi, tetapi mencerminkan ketegangan struktural antara logika ekonomi-politik pembangunan dan hak ekologis masyarakat lokal.”
RI News Portal. Wonogiri, 3 Mei 2025 — Pembangunan pabrik semen oleh PT Anugerah Andalan Asia (AAA) di Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, menjadi sumber konflik sosial dan lingkungan. Di tengah dukungan pemerintah daerah terhadap investasi, penolakan muncul dari warga empat desa terdampak yang menilai proyek ini mengancam keberlanjutan ekosistem karst dan hak atas air bersih. Tulisan ini mengkaji proyek tersebut dengan pendekatan multidisipliner: hukum lingkungan, etika kebijakan publik, dan analisis sosial-ekologis. Kajian ini menyimpulkan bahwa proyek pembangunan pabrik semen di kawasan karst Pracimantoro berisiko melanggar prinsip partisipasi publik dan keadilan ekologis, serta dapat menimbulkan degradasi lingkungan yang tidak reversibel. Rekomendasi diajukan agar proses evaluasi ulang izin AMDAL dan pelibatan masyarakat dilakukan secara demokratis dan akuntabel.

Indonesia tengah mengalami ekspansi industri ekstraktif yang signifikan, termasuk sektor semen. Salah satu proyek besar adalah rencana pembangunan pabrik semen oleh PT Anugerah Andalan Asia (AAA) di Pracimantoro, Wonogiri. Investasi sebesar Rp6 triliun dan klaim penciptaan 2.400 lapangan kerja menjadi daya tarik kebijakan pembangunan daerah. Namun proyek ini menghadapi penolakan dari sebagian warga yang menyuarakan kekhawatiran terhadap degradasi kawasan karst, kehilangan lahan pertanian, dan kerentanan terhadap polusi serta krisis air bersih.
Kawasan karst merupakan ekosistem unik yang menyimpan fungsi ekohidrologis penting, seperti sistem akuifer bawah tanah dan keanekaragaman hayati. Ketegangan antara narasi pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan di Pracimantoro mencerminkan krisis tata kelola sumber daya alam di tingkat lokal.
AMDAL dan Partisipasi Publik
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah alat prediksi dan pengendalian dampak suatu proyek terhadap lingkungan. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 dan Permen LHK No. 22 Tahun 2021 menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam penyusunan AMDAL. Tanpa partisipasi yang sahih, legitimasi izin lingkungan dapat dipertanyakan.
Etika Lingkungan dan Keadilan Ekologis
Pembangunan yang tidak memperhatikan kelompok rentan dan lingkungan berpotensi melanggar prinsip keadilan ekologis. Perspektif etika lingkungan menuntut agar kebijakan pembangunan tidak sekadar sah secara legal-formal, tetapi juga adil dan berkelanjutan secara moral.
Ekologi Karst dan Dampaknya
Karst adalah sistem geologi rapuh yang memiliki fungsi hidrologis penting. Penambangan di kawasan karst berisiko merusak akuifer dan menimbulkan kerusakan permanen. Pemerintah Indonesia telah mengklasifikasikan kawasan karst sebagai kawasan lindung geologi dalam PP No. 26 Tahun 2008.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Data dikumpulkan melalui dokumentasi kebijakan, pemberitaan, wawancara dengan warga terdampak (dalam berita dan pernyataan publik), serta analisis pustaka akademik dan regulasi lingkungan. Analisis dilakukan dengan pendekatan deskriptif-kritis terhadap dimensi hukum, sosial, dan ekologis.
Minimnya Transparansi dalam Proses Perizinan
Proses AMDAL dinilai oleh warga tidak inklusif. Paguyuban Tali Jiwo menyebutkan tidak adanya sosialisasi yang sahih dan absennya mekanisme konsultasi publik yang memadai. Jika ini benar, maka pelaksanaan AMDAL melanggar prinsip transparansi dan partisipasi dalam hukum lingkungan Indonesia.
Risiko Lingkungan dan Sosial
Pabrik direncanakan dibangun di atas lebih dari 120 ha lahan pertanian produktif. Kegiatan penambangan di kawasan karst mengancam sistem air tanah dan keseimbangan ekologis. Selain itu, petani seperti Warso dari Desa Watangrejo menyuarakan kekhawatiran atas hilangnya mata pencaharian dan warisan agraris mereka.
Ketimpangan Narasi Pembangunan
Pemerintah daerah menekankan manfaat ekonomi proyek, namun abai terhadap suara masyarakat sipil. Kebijakan publik yang hanya mengedepankan logika ekonomi berisiko melanggar prinsip etika pembangunan yang inklusif dan adil.
Polemik pembangunan pabrik semen di Pracimantoro menunjukkan lemahnya pelaksanaan prinsip tata kelola lingkungan yang partisipatif dan berkeadilan. Ketidakhadiran warga dalam proses AMDAL, serta risiko ekologis di kawasan karst, menjadi indikator bahwa proyek ini membutuhkan evaluasi serius secara legal dan etis.
- Evaluasi menyeluruh atas izin lingkungan proyek, termasuk audit proses AMDAL secara independen.
- Penghentian sementara kegiatan pembebasan lahan, hingga ada jaminan proses yang partisipatif dan sesuai hukum.
- Penerapan prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) kepada komunitas terdampak.
- Penguatan status kawasan karst Pracimantoro sebagai bagian dari kawasan lindung strategis.
(Catatan: Daftar pustaka disesuaikan dan dapat dikembangkan lebih lanjut)
Pewarta : Nandang Bramantyo

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal