RI News Portal. Kabupaten Bogor, Jawa Barat – Insiden ambruknya lima ruang kelas di SMKN 1 Gunungputri pada Senin, 3 November 2025, menyoroti kerentanan struktural bangunan pendidikan yang menggunakan atap baja ringan, terutama ketika dikombinasikan dengan beban eksternal seperti pohon besar dan kondisi cuaca ekstrem. Kejadian ini melukai 42 siswa, dengan tiga di antaranya masih menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cileungsi hingga saat ini. Tidak ada korban jiwa, dan pemerintah kabupaten telah berkomitmen menanggung seluruh biaya pengobatan.
Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor, penyebab utama ambruknya struktur adalah patahnya batang pohon mangga berukuran besar di belakang sekolah akibat angin kencang disertai hujan deras. Batang yang jatuh menimpa atap, memicu efek domino pada rangka baja ringan. “Kelemahan inheren dari baja ringan adalah sifatnya yang saling terkait; kegagalan pada satu titik dapat menyeret seluruh rangkaian, berbeda dengan struktur konvensional yang lebih modular,” jelaskan Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bogor, Ade Hasrat, dalam keterangan resminya.
Distribusi korban awal mencakup 20 siswa dirujuk ke Puskesmas Gunungputri, 17 ke RS Kenari, tiga ke RSUD Cileungsi, dan dua ke RS Hermina. Kondisi medis bervariasi, mulai dari dislokasi tulang hingga fraktur, dengan Dinas Kesehatan setempat terus memantau perkembangan. “Pasien yang stabil akan segera dipulangkan, sementara yang memerlukan intervensi lanjutan tetap diobservasi,” tambah Ade Hasrat.

Peninjauan lapangan oleh BPBD mengungkap bahwa atap sekolah menggunakan genteng tanah liat, yang menambah beban signifikan pada rangka baja ringan. Bupati Bogor, Rudy Susmanto, menyamakan insiden ini dengan kasus serupa di SMKN 1 Cileungsi beberapa waktu lalu. “Evaluasi menyeluruh terhadap bangunan sekolah dengan desain serupa akan segera dilakukan untuk mencegah pengulangan,” ujarnya pada Selasa, 4 November 2025. Ia menekankan perlunya revisi standar konstruksi, termasuk pembatasan penggunaan genteng berat pada struktur ringan.
Dari perspektif akademis, kejadian ini mencerminkan isu lebih luas tentang ketahanan infrastruktur pendidikan di wilayah rawan bencana alam seperti Kabupaten Bogor, yang sering dilanda angin kencang dan hujan ekstrem akibat posisi geografisnya di kaki Gunung Salak. Studi literatur teknik sipil menunjukkan bahwa baja ringan, meski efisien secara biaya dan waktu pemasangan, memiliki koefisien keamanan lebih rendah terhadap beban impulsif dibandingkan rangka kayu atau beton bertulang. Faktor lingkungan, seperti kedekatan pohon besar dengan bangunan, memperburuk risiko, sebagaimana dibuktikan oleh model simulasi kegagalan struktural yang menunjukkan penyebaran tegangan cepat pada sambungan baut.
Rekomendasi awal dari analisis ini meliputi: (1) audit struktural berkala pada sekolah dengan atap baja ringan, termasuk pemindaian pohon di radius 20 meter; (2) integrasi material komposit ringan sebagai alternatif genteng; dan (3) pengembangan protokol evakuasi berbasis prediksi cuaca. Pemerintah kabupaten diharapkan berkolaborasi dengan institusi akademis untuk riset lanjutan, guna menghasilkan pedoman nasional yang adaptif terhadap perubahan iklim.
Insiden SMKN 1 Gunungputri bukan sekadar bencana lokal, melainkan panggilan untuk reformasi desain infrastruktur pendidikan yang berkelanjutan. Pemulihan siswa menjadi prioritas utama, sementara pencegahan jangka panjang memerlukan pendekatan interdisipliner antara teknik, lingkungan, dan kebijakan publik.
Pewarta : Vie

