
“Tradisi Novemdiales adalah jembatan antara duka umat dan harapan Gereja universal. Melalui doa dan liturgi, umat tidak hanya berkabung, tetapi juga dipersiapkan secara spiritual untuk menerima terang baru dalam pemimpin Gereja selanjutnya.”
RI News Portal. Jakarta 08 Mei 2025 – Wafatnya Paus Fransiskus pada Senin, 21 April 2025, menandai berakhirnya sebuah era kepemimpinan progresif dalam Gereja Katolik Roma. Prosesi tradisional berkabung (Novemdiales) yang dijalankan selama sembilan hari menjadi fase reflektif spiritual bagi umat Katolik sebelum berlangsungnya konklaf pemilihan paus baru. Konklaf 2025 mencatat sejarah sebagai yang terbesar dalam sejarah Gereja dengan diikuti 133 kardinal dari 71 negara. Artikel ini menganalisis peristiwa tersebut dari perspektif historis, teologis, dan geopolitik serta menggambarkan pergeseran dinamika internal Gereja Katolik dalam konteks global saat ini.
Paus Fransiskus, yang terpilih pada 2013 sebagai Paus pertama dari Amerika Latin, telah mengukir berbagai reformasi sosial, lingkungan, dan gerejani. Wafatnya beliau mengakhiri masa pontifikat yang ditandai oleh pendekatan pastoral yang penuh belas kasih, advokasi terhadap kaum marginal, serta semangat dialog lintas agama. Respon global atas wafatnya, mulai dari misa requiem hingga doa bersama lintas benua, menunjukkan pengaruh besar Paus Fransiskus dalam membentuk wajah Gereja kontemporer.

Tradisi Novemdiales sebagai masa sembilan hari berkabung memperlihatkan kesinambungan liturgis dan spiritual dalam transisi kekuasaan gerejawi. Umat Katolik diajak untuk tidak hanya meratapi wafatnya pemimpin mereka, tetapi juga memohon bimbingan ilahi bagi para kardinal yang akan memilih penerusnya. Tahapan ini menjadi bagian dari pembentukan legitimasi moral dan spiritual bagi kepausan selanjutnya.
Konklaf yang berlangsung pada Rabu, 7 Mei 2025, merupakan peristiwa penting bukan hanya bagi internal Gereja, tetapi juga bagi konstelasi hubungan internasional dan geopolitik global. Berikut ini beberapa karakteristik yang menjadikan konklaf kali ini istimewa:
Baca juga : Peningkatan Kajian Hubungan UNCLOS 1982 dengan Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Perang Laut
a. Konklaf Terbesar Sepanjang Sejarah
Dihadiri oleh 133 kardinal dari 71 negara, konklaf ini menjadi forum pemilihan kepausan dengan partisipasi terbesar. Angka ini mencerminkan globalisasi dan diversifikasi Gereja Katolik, dengan perwakilan kuat dari belahan dunia Selatan.
b. Spektrum Usia yang Lebar
Keterlibatan Kardinal termuda, Mykola Bychok (45 tahun) dari Australia, hingga Kardinal tertua, Carlos Osorio (80 tahun) dari Spanyol, menggambarkan dinamika antar generasi dalam hierarki gereja yang sedang berubah.
c. Representasi Asia dan Peran Indonesia
Keterlibatan Kardinal Ignatius Suharyo dari Indonesia mempertegas posisi strategis Asia Tenggara dalam peta gerejani global. Meski jumlah kardinal dari Asia tidak sebanyak dari Eropa, kehadiran mereka membawa warna dan suara dari Gereja yang hidup dalam konteks budaya dan tantangan berbeda.
d. Dominasi Italia dan Pengaruh Tradisi
Italia tetap mendominasi dalam jumlah kardinal, dengan 17 peserta. Namun, perubahan komposisi peserta dari belahan dunia lain menunjukkan desentralisasi simbolik dalam struktur Gereja.
e. Pewarisan Warisan Paus Fransiskus
Sebanyak 80 persen dari para kardinal pemilih merupakan hasil pengangkatan oleh Paus Fransiskus. Ini memberi peluang berlanjutnya semangat reformasi dan pastoralitas yang telah menjadi ciri khasnya. Fakta bahwa lima kardinal mengikuti konklaf untuk ketiga kalinya juga mencerminkan kontinuitas dan pengalaman dalam memilih pemimpin tertinggi Gereja.
Pemilihan Paus baru dari konklaf ini akan berdampak luas terhadap arah doktrinal Gereja, kebijakan hubungan antaragama, hingga posisi Katolik dalam isu-isu global seperti krisis iklim, kemiskinan, dan imigrasi. Dunia menanti apakah gereja akan memilih pemimpin yang mempertahankan arah reformis Paus Fransiskus atau kembali pada pendekatan konservatif yang lebih tradisional.
Konklaf 2025 bukan sekadar pergantian pemimpin spiritual, tetapi juga titik balik bagi Gereja Katolik dalam merespons tantangan zaman. Dengan basis umat yang makin plural dan tuntutan global yang kompleks, kepemimpinan paus yang akan datang dituntut untuk bersifat inklusif, adaptif, dan tetap berakar pada prinsip keadilan serta belas kasih Kristiani.
Pewarta : Setiawan S.Th

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal