RI News Portal. Jakarta, 17 November 2025 – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menggelar rekonstruksi kasus penculikan berujung pembunuhan terhadap Ilham Pradipta, kepala cabang Bank Rakyat Indonesia (BRI), di halaman markasnya pada Senin pagi. Acara ini melibatkan 17 tersangka, termasuk dua personel Tentara Nasional Indonesia (TNI), untuk merekonstruksi kronologi kejahatan yang bermotif akses dana rekening dormant.
Proses rekonstruksi, yang dipandu langsung oleh tim penyidik Subdit Jatanras, berlangsung adegan per adegan guna memverifikasi kesesuaian fakta lapangan dengan keterangan tersangka. Hingga pukul 12.00 WIB, rekonstruksi telah mencapai adegan ke-19, yang menggambarkan pertemuan awal para pelaku di sebuah lokasi tersembunyi sebelum melancarkan aksi penculikan. Kehadiran perwakilan dari kejaksaan, komando TNI, dan instansi terkait memastikan pengawasan ketat terhadap prosedur hukum.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto, menyatakan bahwa rekonstruksi ini menjadi langkah krusial dalam penyidikan kasus pembunuhan berencana. “Kami fokus pada detail kronologi untuk memperkuat bukti di persidangan,” ujarnya kepada wartawan di lokasi. Ia menekankan bahwa motif utama adalah pencurian dana dari rekening dormant yang memerlukan otorisasi langsung dari kepala cabang, bukan sekadar perampokan biasa.

Kronologi kejadian dimulai pada 20 Agustus 2025, ketika Ilham Pradipta diculik di area pusat perbelanjaan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Korban, yang saat itu sedang menjalankan tugas rutin, dipaksa masuk ke dalam kendaraan oleh sekelompok pelaku. Keesokan harinya, jenazahnya ditemukan di semak-semak wilayah Serang Baru, Kabupaten Bekasi, dengan kondisi tragis: tangan dan kaki terikat lakban hitam, serta wajah tertutup sepenuhnya, menandakan upaya penyembunyian identitas dan penghilangan jejak.
Penyelidikan mengungkap bahwa tersangka utama, berinisial K alias C, merancang skema ini setelah memperoleh informasi rahasia mengenai rekening dormant dari individu berinisial S, yang kini menjadi target Daftar Pencarian Orang (DPO). K berkoordinasi dengan pengusaha sekaligus motivator Dwi Hartono serta tersangka AAM untuk menyusun rencana. Diskusi mereka mencakup dua opsi: memaksa korban memberikan kode otorisasi secara damai, atau menggunakan kekerasan ekstrem jika korban menolak—opsi terakhir yang akhirnya terealisasi.
Analisis forensik awal menunjukkan bahwa pelaku memanfaatkan pengetahuan internal perbankan untuk menargetkan rekening dormant bernilai miliaran rupiah, yang tidak aktif namun masih berisi dana nasabah. Keikutsertaan dua anggota TNI dalam jaringan ini menambah dimensi baru pada kasus, memicu pertanyaan tentang potensi penyalahgunaan akses keamanan. Pakar kriminologi dari Universitas Indonesia, Dr. Andi Wijaya, yang mengamati perkembangan kasus serupa, menyatakan bahwa motif ekonomi semacam ini semakin marak di era digital banking. “Kasus ini menyoroti kerentanan sistem otorisasi manual di bank, di mana satu individu kunci bisa menjadi target utama sindikat,” katanya dalam wawancara eksklusif.
Seluruh tersangka dijerat Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 KUHP tentang penculikan dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara, serta Pasal 333 KUHP tentang perampasan kemerdekaan yang berujung kematian. Rekonstruksi dijadwalkan berlanjut hingga sore hari untuk menuntaskan puluhan adegan restantes, termasuk simulasi pembuangan jenazah dan koordinasi pasca-kejahatan.
Kasus ini tidak hanya menjadi sorotan hukum, tapi juga memicu diskusi akademis mengenai reformasi keamanan perbankan. Peneliti dari Institut Teknologi Bandung menyarankan penerapan autentikasi biometrik ganda untuk posisi sensitif seperti kepala cabang, guna mencegah eksploitasi serupa. Pihak BRI sendiri telah menyatakan komitmen untuk mengevaluasi protokol internal pasca-kejadian.
Penyidikan terus bergulir, dengan polisi memburu tersangka S dan memeriksa potensi keterlibatan pihak lain dalam jaringan dana dormant. Masyarakat diimbau waspada terhadap ancaman serupa, terutama di sektor keuangan yang rentan terhadap kolusi internal-eksternal.
Pewarta : Yudha Purnama


Salam satu pena.