RI News Portal. Jakarta, 16 November 2025 – Dalam sebuah kebangkitan yang penuh kejutan, film “Now You See Me: Now You Don’t” berhasil memimpin perolehan box office akhir pekan ini, mengalahkan dua rilis baru yang ambisius, yakni adaptasi dystopian “The Running Man” dan thriller horor “Keeper”. Kesuksesan ini tidak hanya menandai kembalinya waralaba sulap-heist Lionsgate setelah hampir satu dekade, tetapi juga menyoroti ketahanan formula hiburan massal di tengah lanskap perfilman yang semakin terfragmentasi.
Dengan pendapatan harian sebesar 8,4 juta dolar AS (setara sekitar Rp 130 miliar) pada Jumat kemarin dari pemutaran di 3.403 layar bioskop, film yang disutradarai Ruben Fleischer ini diproyeksikan meraih total 21 hingga 24 juta dolar AS selama tiga hari pertama tayangnya. Angka tersebut hampir menyamai pembukaan sekuel kedua pada 2016 yang mencapai 22 juta dolar AS, meskipun konteks pasar kini telah bergeser akibat dominasi streaming dan penurunan kunjungan bioskop pasca-pandemi. “The Running Man”, reboot bergengsi dari novel Stephen King yang dipimpin Glen Powell dan disutradarai Edgar Wright, tertinggal di posisi kedua dengan estimasi 16 hingga 20 juta dolar AS, sementara “Keeper” karya Osgood Perkins hanya meraup sekitar 2,6 juta dolar AS, menandai kegagalan komersial bagi genre horor indie yang sedang lesu.

Secara finansial, investasi Lionsgate sebesar lebih dari 90 juta dolar AS untuk menghidupkan kembali seri ini tampak terbayar, meskipun studio ini dikenal dengan strategi penjualan hak distribusi internasional untuk meminimalkan risiko domestik. Kedua film sebelumnya, “Now You See Me” (2013) dan sekuelnya, meraup lebih dari 600 juta dolar AS secara global, dengan porsi terbesar berasal dari pasar luar negeri seperti China dan Eropa. Pendekatan ini, meski mengorbankan potensi keuntungan jangka panjang, memungkinkan Lionsgate fokus pada efisiensi, sebuah model bisnis yang semakin relevan di era ketidakpastian ekonomi perfilman.
Dari sisi penerimaan, “Now You See Me: Now You Don’t” menawarkan narasi yang lebih matang dalam trilogi ini. Meskipun mendapat ulasan kritis yang medioker—dengan skor agregat sekitar 55% di situs review utama—film ini justru dipuji sebagai entri terbaik dalam seri berkat penekanan pada dinamika ensemble dan elemen meta tentang ilusi digital di era AI. Kuartet ikonik Jesse Eisenberg (sebagai J. Daniel Atlas), Woody Harrelson (Merritt McKinney), Isla Fisher (Henley Reeves), dan Dave Franco (Jack Wilder) kembali beraksi sebagai “Four Horsemen”, kali ini bergabung dengan trio ilusionis baru: Justice Smith, Dominic Sessa, dan Ariana Greenblatt, yang membawa energi segar ke dalam plot tentang penipuan korporat raksasa. Fleischer, dikenal lewat aksi lincah seperti “Venom”, menyuntikkan ritme cepat yang membuat penonton terpikat, meskipun beberapa kritikus menyoroti plot twist yang terlalu rumit sebagai kelemahan.
Penonton, di sisi lain, tampak lebih antusias. Survei pasca-tayang memberikan nilai B+ dari ribuan responden, meskipun lebih rendah dibandingkan A- pada dua film awal. Respons positif ini mencerminkan daya tarik waralaba sebagai hiburan keluarga dengan rating PG-13, yang menggabungkan aksi, humor, dan pesan sosial tentang keadilan redistributif—mirip Robin Hood modern yang menggunakan sihir untuk merampok yang kaya. Di tengah kompetisi ketat, di mana “The Running Man” gagal memanfaatkan hype Glen Powell pasca-“Twisters” karena ulasan campur tentang adaptasinya yang terlalu bergantung pada nostalgia, dan “Keeper” yang terpuruk akibat pacing lambat serta elemen horor yang kurang inovatif, keberhasilan “Now You See Me” menegaskan bahwa formula familiar masih unggul di box office.
Fenomena ini juga membuka diskusi lebih luas tentang masa depan franchise Hollywood. Dengan pengumuman Lionsgate soal sekuel keempat di CinemaCon April lalu, waralaba ini berpotensi melampaui 1 miliar dolar AS kumulatif, sejalan dengan tren seperti “Fast & Furious” atau “Mission: Impossible”. Namun, tantangannya adalah menjaga relevansi di era konten pendek dan VR, di mana ilusi tradisional harus berevolusi menjadi pengalaman imersif. Seperti tipuan sulap dalam filmnya, kesuksesan “Now You See Me: Now You Don’t” mengingatkan bahwa di balik gemerlap layar lebar, yang terpenting adalah membuat penonton percaya—dan kembali lagi.
Pewarta : Vie

