RI News Portal. Tanjung Selor, 13 November 2025 – Sebuah insiden dugaan pengeroyokan yang melibatkan dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bulungan terhadap seorang warga sipil kini menjadi sorotan tajam di Kalimantan Utara. Kasus ini menyoroti potensi penyalahgunaan pengaruh oleh wakil rakyat, di tengah meningkatnya kekhawatiran masyarakat terhadap integritas lembaga legislatif lokal.
Peristiwa terjadi pada Rabu, 12 November 2025, sekitar pukul 12.50 WITA, di sebuah kafe bernama Nara Gogi Yuk, yang berlokasi di Jalan Sengkawit, Kelurahan Tanjung Selor Hilir. Korban, Agus Suriansyah (38), seorang warga setempat, datang ke tempat tersebut dengan niat awal untuk menggelar diskusi rutin bersama kelompok tani. Namun, bukannya dialog konstruktif, ia justru menjadi sasaran serangan mendadak dari lima individu yang menggunakan tangan kosong.
Menurut keterangan korban dalam laporan polisi, serangan itu berlangsung tanpa provokasi jelas, menyebabkan cedera serius berupa robekan pada bibir bawah, memar luas di area pipi, serta luka terbuka di bagian kiri kepala. Kondisi ini memaksa Agus segera mencari pertolongan medis sebelum melanjutkan proses hukum. “Saya datang untuk bicara soal pertanian, tapi tiba-tiba diserbu tanpa alasan,” ujarnya dalam wawancara singkat, meski enggan merinci lebih lanjut demi kelancaran penyelidikan.

Laporan resmi tercatat dengan nomor LP/B/3.2/XI/2025/SPKT Polda Kalimantan Utara (Kaltara), ditandatangani oleh Ajun Komisaris Polisi Basuki Suwito selaku Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT). Dalam dokumen tersebut, kelima terlapor diidentifikasi dengan inisial A, S, K, serta dua figur publik: AHP dan LB, yang dikonfirmasi sebagai anggota DPRD Kabupaten Bulungan. Keikutsertaan wakil rakyat dalam kasus kekerasan ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang etika politik dan akuntabilitas di tingkat daerah, terutama di wilayah yang sedang gencar membangun sektor agrikultur.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Kaltara, Kombes Yudistira Midyahwan, membenarkan penerimaan laporan saat dihubungi secara eksklusif. “Kami telah menerima aduan ini dan langsung memulai tahap penyelidikan intensif. Langkah awal mencakup pemeriksaan saksi-saksi kunci, pengumpulan barang bukti forensik, serta analisis hasil visum et repertum untuk memverifikasi tingkat keparahan cedera,” katanya. Ia menekankan bahwa motif di balik aksi tersebut—apakah terkait konflik pribadi, isu politik lokal, atau faktor lain—akan menjadi fokus utama untuk mengungkap kebenaran faktual.
Penyelidikan ini tidak hanya berpotensi mengungkap dinamika kekerasan di ruang publik, tapi juga implikasinya terhadap kepercayaan publik pada institusi DPRD. Di Bulungan, di mana isu lahan pertanian sering menjadi sumber gesekan antara masyarakat dan elite, kasus semacam ini bisa memicu diskursus lebih luas tentang reformasi tata kelola pemerintahan daerah. Pakar hukum pidana dari universitas lokal yang enggan disebut namanya menyatakan, “Keikutsertaan legislator dalam dugaan tindak kekerasan menuntut penegakan hukum yang imparsial, guna menjaga prinsip equality before the law.”
Hingga berita ini diturunkan, belum ada respons resmi dari para terlapor maupun pihak DPRD Kabupaten Bulungan. Ketidakhadiran pernyataan ini justru memperkuat spekulasi di kalangan masyarakat, yang menantikan transparansi penuh. Polisi menyatakan akan memanggil semua pihak terkait dalam waktu dekat, sambil menjamin proses yang adil dan berbasis bukti.
Kasus ini menjadi pengingat krusial bahwa kekerasan, terlepas dari status pelaku, harus ditangani dengan tegas untuk mempertahankan supremasi hukum di daerah perbatasan seperti Kalimantan Utara. Pemantauan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan tidak ada intervensi yang mengaburkan fakta.
Pewarta : Yudha Purmana


Assalamualaikum
Selamat siang untuk keluarga besar RINews portal
Salam satu pena