RI News Portal. Jakarta, 8 November 2025 – Dalam langkah tegas yang menegaskan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi di tingkat daerah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada Jumat malam (7/11/2025). Operasi ini tidak hanya mengamankan Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko (SS), tetapi juga mengungkap jaringan luas yang melibatkan pejabat pemerintahan dan pihak swasta, menyoroti kerentanan proses mutasi dan promosi jabatan sebagai celah korupsi yang sistemik.
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa tim KPK bergerak cepat sejak sore hari, menyisir beberapa lokasi strategis di Ponorogo. Selain SS, yang langsung dibawa untuk pemeriksaan awal, operasi ini menjerat enam individu lain yang kini menjalani interogasi intensif di markas KPK. Di antara mereka adalah Sekretaris Daerah (Sekda) setempat, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Kepala Bidang Mutasi di Sekretariat Daerah, serta tiga tokoh swasta—termasuk seorang kerabat dekat bupati yang disebut sebagai “orang kepercayaan” dalam transaksi gelap. Direktur Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Sari Gunung, berinisial KPU, menjadi salah satu yang terakhir tiba di Gedung KPK pada pukul 11.41 WIB Sabtu pagi, menambah jumlah total tersangka potensial menjadi 13 orang berdasarkan perkembangan terbaru.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa OTT ini dipicu oleh laporan masyarakat yang diverifikasi melalui penyelidikan awal. “Ini adalah respons prosedural terhadap indikasi kuat suap yang merusak meritokrasi di birokrasi lokal,” ujar Budi dalam pernyataan resminya, Sabtu (8/11/2025). Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menambahkan bahwa modus operandi kasus ini berpusat pada pertukaran suap untuk memuluskan mutasi dan promosi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo. “Mutasi dan promosi jabatan menjadi arena di mana kekuasaan disalahgunakan, mengorbankan kompetensi demi kepentingan pribadi,” tegas Fitroh saat dikonfirmasi Jumat malam.
Meskipun detail konstruksi kasus masih dirahasiakan untuk menjaga integritas penyidikan, Fitroh menekankan bahwa tim penyidik sedang menghitung dan memverifikasi barang bukti, termasuk dugaan aliran dana yang melibatkan pihak swasta sebagai fasilitator. “Kami dalami motif dan jaringannya; masyarakat diminta bersabar karena proses ini memerlukan ketelitian,” katanya. Budi menambahkan bahwa para tersangka akan diperiksa selama 1×24 jam, dengan status hukum ditentukan berdasarkan bukti yang terkumpul. Belum ada pengumuman resmi mengenai pemindahan ke Jakarta, tetapi proses evakuasi diantisipasi segera setelah pemeriksaan selesai.
Kasus ini bukanlah insiden terisolasi, melainkan cerminan pola korupsi yang berulang di tingkat kepala daerah. Sejak awal 2025, KPK telah menangani serupa kasus di berbagai provinsi, dengan mutasi jabatan sebagai tema utama yang menyumbang 25% dari total OTT nasional tahun ini, menurut data internal lembaga tersebut. Di Ponorogo, di mana SS menjabat untuk periode kedua sejak dilantik Februari 2025, praktik ini diduga telah mengerosi kepercayaan publik terhadap aparatur sipil negara (ASN). Analis tata kelola pemerintahan dari Universitas Airlangga, Dr. Rina Herawati, menyatakan bahwa suap promosi sering kali dimulai dari tekanan politik pasca-pilkada, di mana loyalitas partisan menggantikan kualifikasi profesional. “Ini bukan hanya soal individu, tapi kegagalan sistem pengawasan internal yang lemah, memungkinkan jaringan patron-klien berkembang subur,” ujar Rina dalam wawancara eksklusif.
Dampaknya terhadap Ponorogo langsung terasa. Aktivis anti-korupsi lokal, seperti Ketua Forum Peduli Transparansi Ponorogo, Andi Wijaya, melaporkan keresahan di kalangan pegawai negeri yang khawatir karir mereka tergadai. “Banyak ASN yang enggan melapor karena takut represali; OTT ini harapan baru untuk reformasi,” katanya. Sementara itu, ekonom dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof. Budi Santoso, memperingatkan risiko jangka panjang: korupsi jabatan dapat menghambat efisiensi layanan publik, seperti di sektor kesehatan dan infrastruktur, yang bergantung pada penempatan pejabat kompeten. “Kerugian ekonomi dari inefisiensi birokrasi bisa mencapai miliaran rupiah per tahun di kabupaten seukuran Ponorogo,” tambahnya.
KPK sendiri menegaskan bahwa operasi ini bagian dari strategi preventif yang lebih luas, termasuk sosialisasi etika jabatan di 200 daerah prioritas. Namun, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Dr. Lina Sari, menyerukan revisi regulasi untuk memperketat pengawasan mutasi, seperti integrasi sistem digital berbasis blockchain untuk transparansi. “Tanpa itu, OTT hanyalah obat simptomatik; akar masalahnya adalah budaya impunitas di elite lokal,” tegas Lina.
Hingga berita ini disusun, pemeriksaan terhadap SS dan rekan-rekannya masih berlangsung. Kasus Ponorogo ini menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat korupsi, mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi memerlukan kolaborasi antara penegak hukum, masyarakat, dan reformasi struktural. KPK berharap, melalui kasus ini, birokrasi Ponorogo—dan secara lebih luas, Indonesia—dapat bangkit menuju tata kelola yang lebih bersih dan akuntabel.
Pewarta : Wisnu Harmoko

