RI News Portal. Bukittinggi, 7 November 2025 – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus mengintensifkan strategi untuk menjamin akses pelayanan kesehatan yang efisien bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pendekatan utama yang diterapkan adalah sistem rujukan berjenjang, yang memprioritaskan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) sebagai pintu masuk awal, sebelum eskalasi ke rumah sakit jika diperlukan secara medis.
Haris Prayudi, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Bukittinggi, menekankan bahwa mekanisme ini bukan sekadar prosedur administratif, melainkan fondasi struktural untuk menjaga keseimbangan beban pelayanan. “Sistem rujukan berjenjang memastikan setiap peserta menerima intervensi sesuai dengan kompetensi fasilitas dan derajat keparahan kondisi kesehatan,” ujarnya pada Jumat (7/11/2025). Ia menambahkan bahwa FKTP berfungsi sebagai filter diagnostik primer, menangani kasus ringan hingga sedang, sehingga rumah sakit dapat mengalokasikan kapasitas untuk penanganan kasus kompleks seperti bedah spesialis atau terapi intensif.
Pendekatan ini, menurut Prayudi, menghindari overcrowding di rumah sakit yang sering kali dipicu oleh persepsi masyarakat bahwa institusi tersebut adalah solusi instan untuk segala keluhan. “Data internal menunjukkan bahwa mayoritas kasus dapat resolusi di FKTP, sehingga sumber daya seperti spesialis dan peralatan canggih tidak terdilusi,” katanya. Rujukan hanya diberikan berdasarkan indikasi klinis yang diverifikasi oleh tenaga medis di FKTP, bukan preferensi subjektif peserta, yang pada akhirnya mempercepat alur keseluruhan.

Untuk mendukung implementasi, BPJS Kesehatan mengintegrasikan transformasi digital melalui aplikasi Mobile JKN. Fitur-fitur seperti pendaftaran antrean daring, verifikasi status rujukan real-time, dan akses riwayat medis memungkinkan peserta mengelola proses secara mandiri. “Digitalisasi ini mengurangi ketergantungan pada kunjungan fisik untuk administrasi, sehingga waktu tunggu efektif berkurang dan kepatuhan terhadap alur rujukan meningkat,” jelas Prayudi.
Efektivitas sistem ini tercermin dalam pengalaman Budihin, warga Bukittinggi berusia 60 tahun. Awalnya mengira keluhannya hanya demam ringan dengan peradangan tenggorokan, ia memulai pemeriksaan di puskesmas setempat. “Dokter mendeteksi pembengkakan leher yang memerlukan CT scan, lalu merujuk saya ke fasilitas lanjutan untuk operasi,” ceritanya. Proses berlangsung lancar, dengan biaya sepenuhnya ditanggung JKN. Budihin kini rutin memanfaatkan Mobile JKN untuk memantau antrean dan histori, menyatakan bahwa adherence terhadap prosedur berjenjang tidak hanya hemat biaya—yang ia perkirakan mencapai ratusan juta rupiah untuk prosedur serupa tanpa jaminan—tetapi juga memastikan penanganan tepat waktu.
Baca juga : Prestasi Gemilang TP PKK Toba di Jambore Sumut: Inovasi Ekspose UP2K dan Senam CTPS Jadi Kunci Kemenangan
Analisis akademis terhadap model ini menyoroti prinsip triase medis yang selaras dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk sistem kesehatan universal. Dengan mengoptimalkan hierarki pelayanan, Indonesia dapat mencapai efisiensi alokasi anggaran kesehatan nasional, sekaligus meningkatkan outcome pasien melalui intervensi dini di tingkat primer. Namun, tantangan tetap ada pada edukasi masyarakat untuk mengubah paradigma “rumah sakit sebagai prioritas utama”, yang memerlukan kampanye berkelanjutan berbasis bukti.
Pewarta : Sami S

