
RI News Portal. Semarang, 2 Oktober 2025 – Proyek rekonstruksi jalan kabupaten di Dusun Ngobo, Desa Wringin Putih, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, senilai Rp 3,89 miliar, menjadi sorotan publik. Jalan beton yang baru selesai dikerjakan menunjukkan retakan di sejumlah titik, memicu dugaan adanya pengurangan spesifikasi teknis dan indikasi mark-up anggaran. Kualitas buruk ini tidak hanya mengecewakan warga, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang pengelolaan dana publik dan dampak jangka panjang bagi masyarakat.
Pantauan di lokasi pada Kamis (2/10/2025) mengungkap kondisi jalan yang memprihatinkan. Retakan membujur terlihat jelas di permukaan beton yang baru dicor beberapa minggu lalu. Sebagian permukaan jalan juga tampak tidak rata, dengan beberapa titik menunjukkan tanda-tanda pengelupasan. Menurut para ahli infrastruktur, kerusakan dini ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor teknis, seperti:
- Campuran material di bawah standar: Proporsi semen, agregat, atau air yang tidak sesuai dengan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk beton jalan.
- Ketebalan cor di bawah ketentuan: Jalan beton memerlukan ketebalan minimum sesuai desain untuk menahan beban lalu lintas.
- Proses pengerasan (curing) yang buruk: Kurangnya perawatan selama masa pengeringan dapat melemahkan struktur beton.

“Baru selesai, sudah retak begini. Ini jalan dibangun dengan dana besar, tapi kok kualitasnya mengecewakan,” ujar seorang warga Dusun Ngobo yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Proyek ini dibiayai melalui Bantuan Keuangan Khusus Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2025 dengan nilai kontrak Rp 3.895.902.000. Pengerjaan dilakukan oleh CV. Zahra Adi Putra, dengan pengawasan dari CV. Sudut Dua Tujuh, di bawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Semarang. Masa pelaksanaan proyek ditetapkan selama 120 hari kalender.
Namun, papan proyek di lokasi tidak mencantumkan informasi penting seperti volume pekerjaan, yang seharusnya menjadi indikator transparansi. Ketiadaan informasi ini mempersulit masyarakat untuk memantau kesesuaian antara anggaran dan hasil pekerjaan.
“Dengan dana hampir Rp 4 miliar, seharusnya jalan ini tahan lama. Kalau retak begini, patut diduga ada pengurangan spek atau pengawasan yang lemah,” ujar Setiawan Wibisono, pemerhati infrastruktur dari Justice Enforcement Association.
Menurut SNI 7394:2008 tentang Tata Cara Pengecoran Beton untuk Konstruksi Jalan, sejumlah standar teknis harus dipatuhi, termasuk:
- Kualitas material: Campuran beton harus memenuhi kuat tekan minimum (misalnya, K-250 untuk jalan kabupaten) dan menggunakan agregat berkualitas tinggi.
- Ketebalan lapisan: Jalan beton umumnya membutuhkan ketebalan 15–20 cm, tergantung beban lalu lintas.
- Proses curing: Beton harus dirawat dengan penyiraman rutin atau penggunaan curing compound selama minimal 7 hari untuk mencegah retak akibat penyusutan.
- Pengawasan ketat: Konsultan pengawas wajib memastikan setiap tahap pekerjaan sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan dokumen kontrak.
Baca juga : Gelombang Amarah Rakyat: Demo “Adili Jokowi” Mengguncang KPK, Ancaman bagi Demokrasi Transisi?
Penyimpangan dari standar ini dapat menyebabkan kerusakan dini, seperti yang terlihat di Dusun Ngobo, dan berpotensi merugikan masyarakat dalam jangka panjang.
Kualitas jalan yang buruk tidak hanya mengganggu kenyamanan pengguna, tetapi juga menimbulkan risiko serius:
- Keselamatan pengguna jalan: Retakan dan permukaan tidak rata dapat menyebabkan kecelakaan, terutama bagi pengendara sepeda motor.
- Biaya perawatan tambahan: Kerusakan dini memaksa pemerintah mengalokasikan anggaran tambahan untuk perbaikan, yang seharusnya dapat digunakan untuk proyek lain.
- Kehilangan kepercayaan publik: Proyek bermasalah seperti ini dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana publik.
“Kami cuma ingin jalan yang kuat dan awet. Kalau hasilnya begini, rakyat yang rugi,” keluh warga lainnya.
Setiawan Wibisono mendesak DPU Kabupaten Semarang segera melakukan uji mutu beton dan audit teknis untuk memverifikasi kesesuaian pekerjaan dengan kontrak. Jika terbukti ada penyimpangan, seperti pengurangan volume material atau mark-up anggaran, pelaku dapat dijerat dengan sanksi hukum berdasarkan:
- UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi (sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001), jika terbukti ada perbuatan memperkaya diri yang merugikan keuangan negara.
- Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mengatur sanksi administratif bagi kontraktor yang melanggar spesifikasi teknis.
- Sanksi kontraktual, seperti denda, pemutusan kontrak, hingga blacklist bagi kontraktor dan konsultan pengawas yang lalai.

“Uang rakyat bukan untuk dipermainkan. Kalau ada pelanggaran, harus ada sanksi tegas,” tegas Setiawan.
Hingga berita ini diterbitkan, baik CV. Zahra Adi Putra maupun CV. Sudut Dua Tujuh belum memberikan pernyataan resmi terkait permasalahan ini. DPU Kabupaten Semarang juga belum mengeluarkan keterangan terkait langkah yang akan diambil untuk menangani keluhan warga.
Warga Dusun Ngobo berharap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera menelusuri dugaan pelanggaran teknis dan indikasi korupsi dalam proyek ini. Mereka mendesak dilakukannya investigasi menyeluruh untuk memastikan dana publik digunakan secara bertanggung jawab.
Proyek jalan ini seharusnya menjadi tulang punggung aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat setempat. Namun, dengan kondisi saat ini, harapan akan infrastruktur berkualitas masih jauh dari kenyataan. Tanpa tindakan tegas, kasus serupa berisiko terulang, meninggalkan masyarakat dengan jalan rusak dan anggaran yang sia-sia.
Pewarta : Miftahkul Ma’na
