
RI News Portal. Mataram, 29 September 2025 – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut pidana penjara selama 12 tahun kepada mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Rosiady Husaenie Sayuti, dalam perkara korupsi pembangunan dan pengelolaan NTB Convention Center (NCC). Tuntutan ini disampaikan oleh jaksa Ema Muliawati dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin (29/9/2025).
“Meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Rosiady Husaenie Sayuti dengan pidana penjara selama 12 tahun,” ujar Ema Muliawati saat membacakan tuntutan. Selain hukuman penjara, jaksa juga meminta majelis hakim untuk menjatuhkan denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan subsider 6 bulan kurungan pengganti jika denda tidak dibayar.
Meski Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB mencatat kerugian keuangan negara sebesar Rp15,2 miliar berdasarkan hasil audit, jaksa tidak menuntut Rosiady untuk membayar uang pengganti kerugian tersebut. Namun, nilai kerugian ini menjadi dasar dalam pengajuan tuntutan jaksa.

Jaksa menyatakan bahwa perbuatan Rosiady terbukti melanggar dakwaan primer, yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam perkara ini, Rosiady didakwa terkait penyimpangan dalam kerja sama pembangunan dan pengelolaan NCC dengan pihak ketiga, yaitu PT Lombok Plaza.
Mantan Gubernur NTB, Muhammad Zainul Majdi, yang akrab disapa TGB, pernah memberikan keterangan dalam persidangan. Ia mengaku pernah meminta informasi perkembangan kerja sama NCC kepada Rosiady selaku Sekda. Namun, TGB menyatakan bahwa ia tidak pernah menerima jawaban yang jelas, hanya diberitahu bahwa perjanjian kerja sama telah selesai.
Dalam dakwaan, jaksa mengungkap sejumlah kewajiban PT Lombok Plaza yang tidak dipenuhi sebagai pelaksana proyek NCC. Pertama, PT Lombok Plaza tidak menyediakan dana awal sebesar 5 persen dari total nilai investasi Rp360 miliar untuk 30 tahun, yang seharusnya disetorkan ke Bank NTB senilai Rp21 miliar.
Kedua, PT Lombok Plaza tidak memenuhi kewajiban untuk membangun gedung pengganti Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat Pulau Lombok sesuai standar. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tanggal 10 Juli 2008, pembangunan gedung pengganti disepakati senilai Rp12 miliar. Namun, pada pelaksanaannya antara 2014-2015, gedung tersebut hanya terbangun dengan nilai Rp5 miliar, jauh di bawah kesepakatan.
Baca juga : Eskalasi Krisis Akses Jalan di GWK: DPRD Bali Siap Ambil Alih, Ancaman Penutupan Operasional Menggantung
Ketiga, PT Lombok Plaza juga tidak membayar kontribusi tahunan pertama sebesar Rp750 juta, yang seharusnya dibayarkan paling lambat dua hari kerja sebelum penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BGS).
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Mataram ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat tinggi daerah dan proyek strategis di NTB. Tuntutan jaksa ini menegaskan komitmen penegakan hukum terhadap kasus korupsi yang merugikan keuangan negara. Pihak terdakwa dijadwalkan akan mengajukan pembelaan (pleidoi) pada sidang berikutnya.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap kerja sama antara pemerintah daerah dan pihak swasta dalam proyek infrastruktur. Publik kini menanti putusan majelis hakim untuk menentukan nasib hukum Rosiady Husaenie Sayuti.
Pewarta : Vie
