
RI News Portal. Jakarta, 28 Juli 2025 — Pemerintah Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam agenda perubahan iklim global. Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Diaz Hendropriyono, menyatakan bahwa Indonesia memegang peran strategis dalam diplomasi iklim internasional, khususnya dalam upaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Komitmen ini diperkuat melalui partisipasi aktif dalam forum-forum multilateral serta konsistensi terhadap Perjanjian Paris sebagai landasan hukum internasional penurunan emisi.
“Dengan adanya perjanjian internasional itu kita seperti ‘mengunci’ diri kita dalam konteks positif. Ini dilakukan agar pembangunan yang kita lakukan sesuai dengan komitmen penurunan emisi kita,” ujar Wamen Diaz dalam pernyataan resminya, Senin (28/7/2025).
Dalam kancah global, Indonesia tidak hanya menjadi peserta, tetapi juga aktor kunci dalam mengarusutamakan isu iklim, termasuk melalui keanggotaan dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) yang kini diperluas dengan kehadiran Indonesia sebagai anggota mitra. Diaz menyebut bahwa New Development Bank (NDB), yang dikelola BRICS, memiliki potensi sebagai sumber pendanaan strategis untuk pembiayaan adaptasi iklim dan transisi energi di negara berkembang.

“Kita dorong agar negara-negara BRICS juga ikut memperbesar pendanaan untuk adaptasi. Selain itu juga kerja sama di bidang riset,” tegas Diaz, menggarisbawahi pentingnya diplomasi multilayered yang menggabungkan pendanaan, riset, dan transfer teknologi.
Pernyataan Diaz mendapat penguatan dari Executive Secretary United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Simon Stiell. Ia menyampaikan apresiasi atas kepemimpinan Indonesia dalam menetapkan target ambisius melalui Nationally Determined Contribution (NDC), yang dinilainya sebagai blueprint penting menuju NZE 2060. Lebih jauh, ia menyebut arah kebijakan Indonesia sebagai sinyal kuat bagi komunitas global.
“Saya ingin memberikan pengakuan terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo, komitmen Indonesia untuk Net-Zero dan bold call untuk lebih cepat (pencapaian target Net-Zero). Ini mengirimkan pesan kuat ke dunia bahwa masa depan akan dibangun secara berbeda,” ungkap Simon Stiell dalam sesi dialog internasional.
Baca juga : IPDN Lantik 1.110 Pamong Muda: Komitmen Baru untuk Reformasi Birokrasi Nasional
Sementara itu, dari perspektif ekonomi dan ketahanan nasional, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyampaikan bahwa transisi energi bukan sekadar agenda lingkungan, tetapi merupakan bagian integral dari strategi pembangunan nasional yang berkelanjutan.
“Kami berkomitmen penuh untuk mendorong transisi ini sebagai bagian dari misi besar mewujudkan pangan yang adil, berdaulat dan berkelanjutan. Transisi energi dan iklim bukan beban, ini adalah jalan menuju kedaulatan ekonomi, pangan, dan masa depan Indonesia,” ujar Zulkifli Hasan.
Pernyataan dan langkah-langkah kebijakan yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa Indonesia tengah menempuh pendekatan hibrida antara climate diplomacy, green economy, dan kedaulatan pembangunan. Fokus pada climate finance, melalui NDB dan kerja sama BRICS, menunjukkan pergeseran strategis dari ketergantungan pada pendanaan negara-negara maju ke pola kerjasama Selatan-Selatan (South-South Cooperation).
Selain itu, penguatan kerangka NDC sebagai policy architecture domestik memperlihatkan konsistensi antara komitmen internasional dan rencana aksi nasional, khususnya dalam sektor energi, kehutanan, dan pertanian. Adopsi narasi “transisi sebagai peluang” yang disampaikan oleh Menko Pangan menjadi langkah penting dalam menghindari dikotomi palsu antara pembangunan dan pelestarian.
Sebagai catatan, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjembatani ambisi kebijakan dengan implementasi teknis di lapangan. Isu koordinasi lintas kementerian, akses teknologi, serta inklusi masyarakat adat dan komunitas lokal dalam skema transisi hijau perlu menjadi fokus berikutnya dalam kajian kebijakan.
Secara keseluruhan, dinamika diplomasi iklim Indonesia menunjukkan pergeseran dari posisi defensif ke arah partisipasi aktif dan proaktif. Pendekatan multiaktor dan multilevel yang diambil memperlihatkan bahwa isu iklim telah menjadi bagian dari arsitektur pembangunan nasional. Dalam konteks global yang semakin terdampak perubahan iklim, posisi Indonesia sebagai negara dengan kekayaan biodiversitas dan kekuatan geopolitik regional akan semakin relevan dalam membentuk masa depan pembangunan rendah karbon dan inklusif.
Pewarta : Yudha Purnama
