
RI News Portal. Bandarlampung, 16 Juli 2025 — Dalam upaya memperkuat fondasi pembangunan daerah secara inklusif dan berkelanjutan, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, mengajak seluruh elemen strategis di Provinsi Lampung untuk mempererat kolaborasi lintas sektor. Seruan tersebut disampaikannya dalam Rapat Koordinasi antara Pemerintah Provinsi Lampung dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), instansi vertikal, BUMN, dan BUMD yang berlangsung di Bandarlampung, Rabu (16/7/2025).
Dalam pidatonya, Gubernur Rahmat mengilustrasikan Provinsi Lampung sebagai kapal besar dengan luas 34.600 km² dan jumlah penduduk mencapai 9,4 juta jiwa. Ia menekankan bahwa seluruh aktor pembangunan—baik lembaga pemerintah, aparat penegak hukum, BUMN maupun BUMD—adalah “pengemudi kapal” yang bertanggung jawab memastikan arah pembangunan berjalan damai, adil, dan sejahtera.
“Kita tidak bisa berjalan masing-masing. Kita harus berkolaborasi dan bersinergi karena tujuan kita sama: mensejahterakan masyarakat dan mencapai cita-cita negara,” tegasnya.

Pernyataan ini mengandung makna strategis tentang pentingnya tata kelola pemerintahan yang kolaboratif dan integratif. Dalam konteks ilmu administrasi publik dan pembangunan, pendekatan semacam ini dikenal sebagai collaborative governance, yakni model pemerintahan yang mengedepankan sinergi antaraktor lintas sektor untuk menghasilkan kebijakan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Gubernur juga menyoroti keragaman demografis Lampung, yang dihuni hanya oleh 16% masyarakat lokal dan 84% pendatang dari berbagai latar belakang budaya dan daerah. Dalam kacamata sosiologi politik, keragaman ini kerap menjadi tantangan kohesi sosial, namun di Lampung justru menjadi kekuatan integratif.
“Lampung adalah rumah bagi semua. Banyak yang setelah pensiun memilih menetap di sini. Ini menunjukkan Lampung memberi rasa nyaman dan damai,” ujarnya.
Lampung juga mencatat capaian positif dalam pertumbuhan ekonomi—tertinggi di wilayah Sumatera pada 2024. Selain itu, provinsi ini menempati posisi kedua tertinggi di luar Jawa-Bali sebagai tujuan wisata nasional. Namun, Gubernur menekankan bahwa di balik capaian makro tersebut terdapat tantangan mikro, terutama dalam hal ketimpangan kesejahteraan dan produktivitas sektor primer.
Menurut data Pemprov Lampung, lebih dari 70% penduduk bergantung pada sektor pertanian, terutama komoditas singkong, jagung, dan beras. Namun, tata kelola dan tata niaga hasil pertanian yang belum efisien kerap menempatkan petani dalam posisi rentan terhadap fluktuasi harga dan distribusi hasil panen.
Dalam konteks ini, pernyataan Gubernur mengindikasikan perlunya reformasi struktural dalam sektor pertanian, baik dari sisi hulu (produksi dan pembiayaan) maupun hilir (distribusi dan pemasaran). Ia menaruh harapan pada kebijakan harga acuan nasional yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto:
“Kalau harga gabah Rp6.500 dan jagung Rp5.500 berjalan stabil, pertumbuhan ekonomi Lampung bisa naik dua persen lebih tinggi dari proyeksi,” kata Rahmat optimis.
Stabilitas harga ini diharapkan memberikan multiplier effect terhadap peningkatan daya beli petani, penguatan konsumsi rumah tangga, dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Hadir dalam kegiatan ini seluruh elemen Forkopimda, Kepala Badan Daerah, perwakilan BUMN dan BUMD, serta instansi vertikal seperti Kepala LPP RRI Bandar Lampung, Iwan Effendi Lathan, yang juga menjadi salah satu pemrakarsa acara. Pertemuan ini menjadi simbol penting bahwa pembangunan daerah tidak dapat diserahkan hanya kepada pemerintah semata, tetapi membutuhkan keterlibatan aktif seluruh lapisan kelembagaan negara.
Dengan mengusung semangat kolaborasi, Provinsi Lampung menunjukkan arah pembangunan yang bukan hanya berorientasi pada angka-angka makro, tetapi juga mengedepankan keadilan sosial, kesejahteraan petani, dan kohesi masyarakat dalam keragaman.
Pewarta : T-Gaul
