
RI News Portal. Lhokseumawe, 15 Juli 2025 — Pemerintah secara resmi menetapkan Kota Lhokseumawe sebagai lokasi pembangunan Onshore Receiving Facility (ORF) untuk pengolahan minyak dan gas dari Blok Andaman, khususnya dari Sumur Tangkulo 1. Penetapan ini diumumkan dalam rapat koordinasi strategis yang diselenggarakan di Pendopo Gubernur Aceh, Banda Aceh, dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta di bidang energi.
Keputusan ini menandai babak baru dalam penguatan peran Aceh dalam rantai pasok industri migas nasional. Pembangunan ORF di Lhokseumawe tidak hanya bertujuan mempercepat realisasi pengelolaan sumber daya alam, tetapi juga membuka peluang investasi, memperluas lapangan kerja, serta merangsang pertumbuhan infrastruktur dan ekonomi regional di kawasan utara Aceh.
Wali Kota Lhokseumawe, Dr. Sayuti Abubakar, SH., MH., dalam rapat tersebut secara tegas menyampaikan komitmen pemerintah kota agar masyarakat lokal menjadi aktor utama dalam pelaksanaan dan operasionalisasi proyek. Ia menyampaikan bahwa minimal 80 persen tenaga kerja permanen yang akan mengoperasikan ORF harus berasal dari Aceh, khususnya Lhokseumawe.

“Kami meminta agar tenaga kerja disiapkan sejak dini melalui pelatihan teknis yang relevan dengan kebutuhan industri migas, dan pelatihan tersebut dibiayai oleh kontraktor pelaksana dengan persetujuan SKK Migas,” ujar Sayuti.
Lebih lanjut, ia menyampaikan pentingnya pelibatan masyarakat tidak hanya pada level teknis, namun juga dalam fungsi pendukung seperti pengamanan, katering, kebersihan, serta tenaga outsourcing lainnya. Proses rekrutmen, menurutnya, harus dilakukan secara transparan dengan melibatkan Dinas Penanaman Modal dan Tenaga Kerja (DPMPTSP & NAKER) Kota Lhokseumawe.
Pemerintah kota juga telah menyiapkan program pelatihan berbasis kebutuhan sektor migas yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK). Tujuannya adalah menciptakan tenaga kerja lokal yang kompetitif di tengah dinamika industri energi global.
Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, Sayuti juga mendorong pelibatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), khususnya PT Pembangunan Lhokseumawe (PTPL), dalam proses Engineering, Procurement, and Construction (EPC). Menurutnya, partisipasi BUMD tidak hanya akan meningkatkan kapasitas lokal, tetapi juga memperkuat keberlanjutan ekonomi regional.
Ia turut menekankan pentingnya pengelolaan Participating Interest (PI) secara adil dan proporsional. Hal ini sejalan dengan regulasi Kementerian ESDM agar daerah penghasil dapat memperoleh manfaat jangka panjang dari kekayaan sumber daya alam yang dimiliki.
Presiden Direktur Mubadala Energy Indonesia, Abdulla Bu Ali, menyampaikan apresiasinya atas dukungan penuh dari Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kota Lhokseumawe. Ia menegaskan komitmen Mubadala untuk menjalin kerja sama erat dengan seluruh pemangku kepentingan.
“Kami menyambut baik semangat kolaboratif dari seluruh pihak dan siap memastikan proyek ini berjalan sukses serta membawa dampak positif jangka panjang bagi masyarakat lokal,” ujarnya.
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dalam sambutannya menekankan bahwa pengelolaan sektor migas harus dilakukan secara bertanggung jawab, aman, dan memberi kontribusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat Aceh. Ia menyatakan bahwa pembangunan ORF di Lhokseumawe merupakan langkah strategis dalam mengonsolidasikan posisi Aceh sebagai aktor utama dalam industri migas nasional.
Rapat koordinasi ini juga membahas rencana menjadikan Lhokseumawe sebagai shorebase logistik untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan produksi migas lepas pantai di wilayah utara. Jika direalisasikan, hal ini akan memperkokoh posisi Lhokseumawe sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis energi dan logistik di Aceh, serta menghubungkannya dengan jejaring industri migas regional maupun nasional.
Penetapan Lhokseumawe sebagai lokasi ORF Blok Andaman menandai langkah progresif dalam tata kelola energi nasional berbasis daerah. Dengan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, perusahaan energi global, dan masyarakat lokal, diharapkan proyek ini tidak hanya menjadi proyek industri, tetapi juga katalis transformasi ekonomi dan sosial yang inklusif di Aceh.
Pewarta : Jaulim Saran
