
RI News Portal. Medan, 13 Juli 2025 — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan mengambil langkah strategis dalam peningkatan layanan kesehatan di wilayah terluar dengan memulai peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pratama Nias Barat dari tipe D menjadi tipe C. Langkah ini ditujukan untuk memperkuat kemampuan layanan rumah sakit tersebut dalam menangani lima penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia: stroke, penyakit jantung, kanker, gagal ginjal, serta kematian ibu dan anak.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin secara langsung meresmikan peletakan batu pertama pembangunan tersebut di Kabupaten Nias Barat, Jumat (11/7/2025). Dalam pernyataannya, Menkes menekankan bahwa penguatan kapasitas RSUD Pratama Nias Barat merupakan bagian dari strategi nasional untuk mendekatkan layanan kesehatan kritis kepada masyarakat wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
“Kalau bisa ditangani dan diselesaikan di sini, tidak perlu dirujuk ke Gunungsitoli apalagi ke Medan yang jaraknya sangat jauh,” tegas Budi.

Sebagai bagian dari pengembangan kapasitas layanan, RSUD Pratama Nias Barat akan dilengkapi dengan peralatan medis canggih, antara lain cathlab untuk intervensi jantung, CT scan, mesin hemodialisis untuk pasien ginjal, mamografi, laboratorium patologi anatomi, serta fasilitas kemoterapi untuk pengobatan kanker. Ketersediaan alat ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan layanan sekunder dan tersier yang selama ini sulit diakses oleh warga kepulauan Nias.
Transformasi ini menjadi penting dalam konteks efektivitas Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sebab ketersediaan layanan rujukan menjadi indikator penting dalam menjamin mutu dan keterjangkauan pelayanan bagi peserta BPJS Kesehatan.
Menteri Kesehatan juga menyoroti tantangan besar dalam sistem layanan kesehatan daerah, yakni kelangkaan tenaga dokter spesialis. Berdasarkan pengamatan langsung, banyak rumah sakit tipe D dan C di Indonesia tidak beroperasi secara optimal karena absennya tenaga ahli yang memadai.
“Saya baru dengar rumah sakit ini belum beroperasi karena tidak ada dokter spesialisnya. Jadi, jangan hanya senang bangun rumah sakit, tapi kita juga harus pastikan ada dokternya,” kata Menkes.
Untuk itu, pemerintah memperkuat sistem pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (hospital-based education), sekaligus membuka jalur afirmasi bagi putra-putri daerah. Skema ini tidak hanya dimaksudkan untuk mengatasi kesenjangan tenaga medis, tetapi juga menjadi instrumen keadilan sosial dan pemerataan pembangunan sumber daya manusia kesehatan.
Dalam arahannya, Budi Gunadi juga menekankan pentingnya tata kelola rumah sakit yang profesional dan berorientasi pada hasil. Ia menyarankan agar manajemen rumah sakit tidak hanya diisi oleh tenaga medis, tetapi juga oleh profesional manajemen yang memiliki kapasitas dalam pengelolaan institusi layanan publik.
“Direktur rumah sakit tidak harus dokter, tapi harus punya kemampuan manajerial yang baik. Kita juga perlu menyusun masterplan dan aturan tata ruang yang jelas,” tegasnya.
Pandangan ini sejalan dengan paradigma baru tata kelola layanan kesehatan yang menempatkan efisiensi dan keberlanjutan sebagai bagian dari indikator keberhasilan rumah sakit publik.
Di tengah pembangunan infrastruktur, Menkes mengingatkan bahwa pencegahan tetap merupakan kunci utama dalam pengendalian penyakit katastropik. Ia mendorong masyarakat untuk aktif mengikuti program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang telah diluncurkan secara nasional sejak Februari 2025, dengan fokus pada deteksi tekanan darah, kadar gula, kolesterol, dan berat badan.
“Sebagus apa pun rumah sakit, tidak ada orang yang ingin tinggal lama di dalamnya. Lebih baik mencegah daripada mengobati,” ujarnya.
Peningkatan status RSUD Pratama Nias Barat menjadi simbol penting dalam upaya pemerataan layanan kesehatan nasional, terutama bagi masyarakat kepulauan dan terpencil. Transformasi ini menunjukkan bahwa negara hadir bukan hanya dalam pembangunan fisik, tetapi juga dalam penguatan sistem kesehatan berbasis keadilan dan aksesibilitas.
Keberhasilan inisiatif ini akan sangat ditentukan oleh integrasi antara infrastruktur, teknologi medis, ketersediaan SDM, dan tata kelola kelembagaan yang adaptif. Dengan begitu, harapan agar masyarakat Nias Barat dapat memperoleh layanan kesehatan yang setara dengan daerah lain bukan lagi wacana, tetapi kenyataan yang terwujud.
Pewarta : Adi Tanjoeng

