
RI News Portal. Medan, 3 Juli 2025 — Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, menyampaikan secara terbuka keluhan masyarakat terkait konflik agraria yang hingga kini belum terselesaikan di sejumlah kabupaten/kota di Sumatera Utara. Persoalan agraria ini dinilai berdampak serius terhadap tatanan sosial, ekonomi, hingga kelestarian lingkungan masyarakat lokal.
Pernyataan tersebut disampaikan Bobby Nasution di hadapan Ketua dan Anggota Komisi II DPR RI dalam rangka kunjungan kerja spesifik di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, Medan, Kamis (3/7).
“Konflik agraria di Sumut bukan persoalan satu atau dua tahun. Ini sudah menjadi persoalan yang terus berulang, bahkan di tahun-tahun politik kerap dijadikan janji politik bagi mereka yang ingin berkontestasi. Namun, penyelesaian konflik ini tetap berjalan di tempat,” tegas Bobby Nasution.
Menurut data dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, tercatat terdapat 33 kasus konflik agraria di wilayah ini, mencakup 34.000 hektare lahan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 20 kasus terjadi di lahan perkebunan milik PTPN. Konflik kebanyakan muncul akibat klaim kepemilikan yang tumpang tindih antara masyarakat, perusahaan, serta komunitas adat. Selain itu, ketidakjelasan status lahan pasca-berakhirnya Hak Guna Usaha (HGU) juga turut memicu sengketa berkepanjangan.

Bobby berharap, kehadiran Komisi II DPR RI dapat menjadi momentum untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria di Sumatera Utara. Ia menekankan perlunya sinergi lintas sektor, termasuk penguatan regulasi yang berpihak kepada masyarakat lokal serta kepastian hukum yang berkeadilan.
“Kami berharap dukungan Komisi II DPR RI agar persoalan ini bisa diselesaikan dengan payung hukum yang lebih kuat, agar tidak terus menjadi masalah turun-temurun,” jelasnya.
Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, merespons positif aspirasi yang disampaikan Pemprov Sumut beserta jajaran pemerintah kabupaten/kota. Ia menegaskan pihaknya akan memfasilitasi koordinasi lintas kementerian untuk menemukan solusi jangka panjang.
“Kami akan teruskan masukan ini ke Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Insya Allah, dengan niat baik bersama, permasalahan agraria di Sumut dapat kita selesaikan,” kata Rifqinizamy.
Sementara itu, Kepala Kanwil BPN Sumut, Muhammad Sri Pranoto, menekankan perlunya transparansi dan koordinasi menyeluruh antara pemerintah pusat, provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Tanpa sinergi yang utuh, menurutnya, penyelesaian konflik agraria hanya akan menjadi wacana berulang tanpa realisasi.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh sejumlah kepala daerah, di antaranya Bupati Karo Antonius Ginting, Bupati Labuhanbatu Utara Hendri Yanto Sitorus, Bupati Mandailing Natal Saipullah Nasution, Bupati Humbang Hasundutan Oloan P Nababan, Bupati Pakpak Bharat Franc Bernhard Tumanggor, Wakil Bupati Deliserdang Lom Lom Suwondo, Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas, Wali Kota Padangsidimpuan Letnan Dalimunthe, serta para Kepala BPN Kabupaten/Kota se-Sumut.
Konflik agraria di Sumatera Utara mencerminkan problem struktural yang berlarut, di mana kompleksitas kepemilikan tanah, lemahnya penegakan hukum, serta tarik-menarik kepentingan antara korporasi, negara, dan masyarakat adat menjadi sumber utama ketegangan sosial. Ke depan, penguatan tata kelola pertanahan berbasis partisipasi publik, keterbukaan data, dan kebijakan afirmatif bagi masyarakat rentan dinilai menjadi langkah strategis yang mendesak.
Pewarta : T-Gaul
