
RI News Portal. Pontianak, 3 Juli 2025 — Upaya penegakan hukum terhadap praktik perusakan kawasan mangrove kembali mencuat setelah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) berhasil menggagalkan pengangkutan 84 ton arang bakau ilegal senilai Rp16 miliar di perairan Sungai Kapuas dan Sungai Raya. Dua kapal yang teridentifikasi sebagai KM. Sumber Rejeki 168 dan KM. Tunas Baru 01 diamankan oleh unsur KAL Sambas Lantamal XII Pontianak bersama Tim Fleet One Quick Response (F1QR), dan kini telah diserahkan kepada penyidik PPNS Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan untuk pendalaman proses hukum.
Menanggapi kasus ini, Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah Kubu Raya, Ya’ Suharnoto, menegaskan perlunya mempertimbangkan keberlanjutan fungsi ekologis kawasan mangrove. Ia mengingatkan bahwa arang kayu sebenarnya dapat diproduksi dari alternatif bahan baku legal seperti kayu leban (Vitex pubescens) atau kayu kaliandra (Calliandra calothyrsus), asalkan melalui mekanisme perizinan yang sah dan mematuhi prinsip kelestarian lingkungan.
“Sebenarnya masih ada pilihan lain, seperti kayu leban yang bisa dijadikan arang. Jangan terus menerus mengambil dari bakau, karena kawasan mangrove itu punya fungsi ekologis penting,” jelas Suharnoto.

Secara normatif, ekosistem mangrove memiliki dua fungsi penting, yaitu fungsi lindung dan fungsi budidaya. Fungsi lindung dimaksudkan untuk menjaga kawasan dari kerusakan dengan melarang pemanfaatan kayu di dalamnya, kecuali untuk penelitian, pendidikan, penyerapan karbon, jasa lingkungan, serta pemanfaatan hasil hutan bukan kayu secara berkelanjutan. Adapun fungsi budidaya tetap membuka peluang pemanfaatan kayu mangrove, namun harus melalui izin berusaha serta hak kelola yang sah, sesuai kerangka hukum kehutanan dan lingkungan hidup di Indonesia.
Dalam konteks legalitas, Suharnoto menggarisbawahi bahwa setiap hasil hutan kayu maupun nonkayu yang diangkut, dikuasai, atau dimiliki wajib dilengkapi Surat Keterangan Sah Hasil Hutan (SKSHH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta tercatat di dalam Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH). Ketiadaan dokumen ini akan menempatkan seluruh aktivitas terkait dalam kategori ilegal.
“Tanpa dokumen tersebut, seluruh aktivitas pengangkutan hasil hutan dikategorikan illegal,” tegasnya.
Lebih lanjut, Suharnoto memaparkan bahwa pelanggaran terhadap peraturan perizinan pemanfaatan kawasan mangrove berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum. Regulasi yang dapat diterapkan mencakup Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, khususnya pasal 12 jo pasal 83 ayat (1) huruf b, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) pasal 98 ayat (1) yang mewajibkan penanggulangan kerusakan lingkungan.
Baca juga : Pemkot Pontianak Matangkan Pembangunan Sekolah Rakyat: Investasi Pendidikan Inklusif dan Pemberdayaan Sosial
Pengungkapan kasus arang ilegal ini menjadi penanda bahwa rantai distribusi hasil hutan tanpa izin masih beroperasi di wilayah pesisir Kalimantan Barat. Pascapenyergapan kedua kapal tersebut, TNI AL bersama Balai Gakkum KLHK, UPT KPH Wilayah Kubu Raya, serta instansi penegak hukum lain berkomitmen menelusuri aktor intelektual maupun jaringan distribusi di balik aktivitas ilegal tersebut.
Kajian akademik menilai bahwa mangrove tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan karbon, tetapi juga menjadi habitat penyangga keanekaragaman hayati pesisir serta pelindung kawasan pantai dari abrasi dan gelombang laut. Karena itu, penebangan mangrove tanpa izin tidak hanya berdampak pada kerugian ekonomi negara, namun juga mengancam stabilitas ekosistem pesisir dalam jangka panjang.
Langkah tegas aparat dalam menindak aktivitas ilegal ini patut diapresiasi sebagai upaya memperkuat prinsip tata kelola kehutanan yang lestari. Namun demikian, edukasi kepada pelaku usaha tentang alternatif bahan baku legal, sekaligus pembinaan perizinan, juga menjadi agenda strategis untuk mencegah kasus serupa di kemudian hari.
Pewarta : Lisa Susanti
