
RI News Portal. Jakarta 07 Juni 2025 – Tonton Beberapa Film John Wick Berturut-turut, dan Anda Bisa Jadi Paranoid
Setelah menonton beberapa film John Wick secara berurutan, Anda mungkin mulai merasa paranoid. Rasanya, semua orang di sekitar adalah pembunuh bayaran. Penjual koran, musisi jalanan, penumpang kereta bawah tanah, bahkan tetangga ramah di lift — semuanya tampak seperti pembunuh kejam yang menyamar.
Karena itu, tidak mengejutkan jika film terbaru dari semesta John Wick, berjudul From the World of John Wick: Ballerina, membawa konsep ini ke tingkat yang lebih ekstrem: sebuah kota di mana seluruh penduduknya adalah pembunuh. Latar tempatnya adalah kota bersalju yang indah di Austria, penuh orang mengenakan beanie wol dan sweter tebal. Tapi di balik tampilan damai itu, mereka membawa senjata dan bahkan anak-anak sekolah dilatih menembak.
Adegan-adegan awal di kota pegunungan ini justru menjadi bagian terbaik dari Ballerina — menghadirkan kejutan cerdas dan sedikit humor, sesuatu yang jarang kita temukan dalam film John Wick. (Pernahkah Anda melihat John Wick tersenyum?) Ana de Armas tampil penuh energi saat karakternya, Eve, berduel memecahkan piring dengan seorang pelayan manis yang ternyata juga pembunuh mematikan. Adegan ini menunjukkan bahwa aksi bisa disampaikan dengan cara yang cerdas, tidak selalu monoton seperti banyak adegan lain dalam seri ini, yang kerap terasa repetitif akibat jumlah korban yang terus bertambah.

Kapan Ballerina Terjadi?
Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita perjelas posisi Ballerina dalam lini masa semesta John Wick. Lupakan sejenak John Wick 4, karena peristiwa Ballerina berlangsung di antara film ketiga. Jadi, abaikan dulu perubahan besar dalam hidup John yang terjadi (atau tidak terjadi) di film terakhir.
Penonton jeli mungkin ingat adegan singkat di film ketiga ketika seorang balerina berusaha melakukan gerakan fouetté — putaran satu kaki yang terkenal dari Swan Lake. Adegan ini kembali muncul di Ballerina, menampilkan Eve yang bersikeras menguasainya. Mengapa ia terus jatuh meski bertahun-tahun berlatih? Entahlah. Tapi dalam film aksi, harapan akan realisme memang bukan yang utama. Yang jelas, jatuh berkali-kali dengan sepatu balet terlihat lebih menyakitkan dibanding membunuh sekelompok orang bersenjata. Ironisnya, ini juga menandakan kurangnya koordinasi fisik — hal yang justru esensial bagi seorang pembunuh profesional.
Baca juga : Kelompok Wagner Diumumkan Mundur dari Mali, Rusia Tetap Pertahankan Kehadiran Militer
Kisah Balas Dendam
Kita pertama kali bertemu Eve saat ia masih kecil, tinggal bersama ayahnya di rumah kecil di tepi laut yang berangin. Suatu malam, sekelompok pembunuh berpakaian hitam datang dari laut dan menyerang ayahnya. Sang ayah berhasil menyelamatkan Eve, tapi tewas karena luka-lukanya. Tak lama kemudian, Eve yang yatim piatu didekati oleh Winston (diperankan Ian McShane, kembali dari film sebelumnya), pemilik Hotel Continental. Winston lalu membawanya ke The Director (Anjelica Huston yang tampil dominan), pemimpin akademi balet yang juga menjadi markas pelatihan organisasi kriminal Ruska Roma — tempat John Wick dulu ditempa.
Tahun berlalu. Eve tumbuh menjadi perempuan muda yang tangguh dan penuh tekad, meskipun fouetté tetap menjadi momok baginya. (“Rawat lukamu sebelum infeksi dan kakimu harus diamputasi,” saran lugas sang Director.) Untungnya, Eve menunjukkan bakat luar biasa dalam hal menembak. Ini penting, karena tujuannya jelas: membalas kematian sang ayah.
Suatu hari, John Wick sendiri (Keanu Reeves, tentu saja) mampir ke akademi. Eve memandangnya dan bertanya, “Bagaimana caraku keluar dari sini?”
“Pintu depan tidak dikunci,” jawab Wick — dialog yang langsung mendapat tepuk tangan dari penonton saat penayangan perdana. Tapi Eve bukan ingin pergi. Ia bertanya lagi, “Bagaimana aku bisa melakukan apa yang ANDA lakukan?”
Wick memberinya pilihan: ia masih bisa meninggalkan kehidupan pembunuh ini. Namun, secara implisit kita tahu — dia tidak akan melakukannya.

Masuk ke Dunia yang Lebih Gelap
Berbeda dengan John yang selalu ingin keluar dari dunia ini, Eve justru ingin masuk. Kalau tidak, tentu kita tak akan punya cerita. Maka, dimulailah perjalanannya menelusuri jejak pembunuh ayahnya, mengikuti petunjuk demi petunjuk berbahaya, meski dilarang oleh sang Director. Pencariannya membawanya ke dusun bersalju Hallstatt, tempat seorang pemimpin kejam bernama Kanselir (Gabriel Byrne yang dingin) memimpin komunitas pembunuh. Dan ya — dialah yang membunuh ayah Eve.
Kini, Eve harus bertarung. Ia menggunakan semua pelatihan dan kecerdasannya. Salah satu pelajaran penting dari gurunya: “Bertarunglah seperti seorang gadis.”
Dalam konteks ini, itu bukan hinaan — tapi pengingat untuk menggunakan kekuatan yang unik: kecerdikan dan daya cipta. Eve pun menggunakan berbagai senjata kreatif untuk menghabisi musuh-musuhnya. (Penonton bersorak saat-saat seperti ini, meskipun kadang agak mengganggu.) Hingga akhirnya, Eve pun nyaman menggunakan penyembur api.
From the World of John Wick: Ballerina, produksi Lionsgate, mendapat rating R dari Motion Picture Association karena adegan kekerasan brutal dan penggunaan bahasa kasar. Durasi film: 125 menit.
Pewarta : Vie

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal