
RI News Portal. Kutai, Kaltim, 27 Mei 2025 — Peluncuran program Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya) di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, menjadi tonggak penting dalam upaya negara menghadirkan kebijakan afirmatif bagi kelompok rentan, khususnya perempuan pekerja di sektor perkebunan. Program ini diresmikan langsung oleh Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, sebagai bentuk konkret dukungan negara terhadap sistem pengasuhan anak yang inklusif dan adaptif terhadap kebutuhan dunia kerja.
“Harapannya mereka bisa bekerja, tetapi kadang gara-gara anak, jadi berhenti bekerja,” tegas Wihaji dalam keterangan persnya. Ia menyatakan, dari 274 juta penduduk Indonesia, perempuan—terutama yang menjadi kepala keluarga—masih menghadapi hambatan struktural untuk mengakses pekerjaan yang layak dan berkelanjutan. Peluncuran Tamasya, menurutnya, menjadi bentuk respons terhadap realitas tersebut.
Secara faktual, sektor perkebunan, khususnya kelapa sawit, tidak hanya menjadi tulang punggung ekonomi daerah tetapi juga menyerap tenaga kerja perempuan dalam jumlah besar. Di tengah minimnya akses layanan penitipan anak, kehadiran Tamasya memberikan ruang aman bagi anak-anak untuk diasuh selama orang tua mereka bekerja di kebun dari pagi hingga siang. Data BKKBN mencatat, saat ini sudah terdapat 91 titik pengasuhan aktif dengan total 1.800 anak yang diasuh secara gratis dalam kerangka program ini.

Peluncuran tersebut berlangsung di Tempat Penitipan Anak milik PT Dharma Satya Nusantara (DSN), menandai kolaborasi antara negara dan sektor swasta dalam membangun ekosistem kerja yang ramah keluarga. Program ini dirancang tidak sekadar sebagai solusi penitipan anak, tetapi juga sebagai bagian dari strategi besar pembangunan sumber daya manusia yang dimulai sejak usia dini.
“Barangkali salah satu generasi masa depan lahir di kebun sawit yang ada di Kutai Timur ini,” ungkap Wihaji, seraya menekankan bahwa menyelamatkan satu anak sama dengan menyelamatkan satu generasi. Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, program Tamasya dapat dibaca sebagai implementasi prinsip leaving no one behind dalam konteks pengasuhan anak, kesetaraan gender, dan keadilan sosial.
Dari sudut pandang kebijakan publik, Tamasya juga merupakan bentuk konkret pelaksanaan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang mengamanatkan negara untuk memastikan lingkungan tumbuh-kembang anak yang layak, termasuk di daerah terpencil atau yang tidak terjangkau oleh layanan negara secara optimal.
Baca juga : BBM Subsidi Dijarah Sistematis: SPBU 44.562.03 di Temanggung Jadi Sarang Kejahatan Energi
Lebih jauh, pendekatan multisektoral yang diusung dalam pelaksanaan Tamasya membuka ruang percontohan bagi replikasi program serupa di sektor kerja lain yang padat karya dan menyerap tenaga kerja perempuan, seperti sektor tekstil dan perikanan. Dalam konteks makro, program ini juga dapat mendukung target bonus demografi Indonesia 2045, dengan menjamin kualitas asuhan anak sejak fase emas pertumbuhan.
Pelaksanaan program Tamasya di tengah lanskap perkebunan sawit—sektor yang kerap disorot dari sisi eksploitasi buruh—juga memberikan narasi alternatif bahwa kehadiran negara melalui kebijakan afirmatif mampu mengubah ruang kerja menjadi ruang hidup yang ramah keluarga. Dengan membebaskan ibu dari beban ganda pengasuhan tanpa meninggalkan pekerjaan, negara tidak hanya menjaga produktivitas ekonomi, tetapi juga membangun fondasi ketahanan keluarga yang inklusif dan berkeadilan.
Pewarta : Lisa Susanti

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal