
RI News Portal. Wonogiri 25 Mei 2025 – Di tengah isu lingkungan yang kian mengemuka akibat meningkatnya volume sampah rumah tangga, pemuda asal Desa Jatisari, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, membuktikan bahwa barang bekas bukan sekadar limbah. Wawan, demikian ia dikenal, berhasil menjadikan limbah rongsok sebagai komoditas ekonomis yang bernilai tinggi melalui usaha pengepulan rosok rumahan.
Barang-barang bekas yang sering dianggap sebagai sampah dan memperburuk tata ruang rumah, sejatinya memiliki potensi besar untuk diolah kembali dalam sistem ekonomi sirkular. “Meskipun bekas atau tidak terpakai, barang tersebut sebenarnya masih berguna. Beberapa bahkan memiliki nilai jual tinggi jika dipilah dan dikelola dengan tepat,” jelas Wawan saat ditemui RI News di gudang penyimpanan miliknya, yang kini beroperasi dengan papan nama “ABABIL Rosok”.
Wawan memulai usahanya pada tahun 2013 sebagai pencari rosok keliling sambil menjadi makelar sepeda motor bekas kategori “pengaritan” (istilah lokal untuk kendaraan dengan harga terjangkau bagi masyarakat ekonomi bawah). Modal awalnya nyaris nihil, hanya mengandalkan hasil harian dari penjualan rosok untuk memutar kembali siklus usahanya.

Kini, dalam satu bulan, ia mampu mengirimkan 1 hingga 2 ton rosok pilahan ke mitra pengepul besar, dengan omzet bruto yang bisa mencapai Rp40 juta per bulan. “Itu belum dipotong ongkos tenaga pilah, tapi tetap cukup untuk menyejahterakan keluarga dan memutar usaha,” ujarnya.
Jenis rosok yang dikumpulkan mencakup besi, aluminium, tembaga, hingga plastik. Menurut Endri, salah satu karyawan Wawan, diversifikasi jenis rosok menjadi kunci dalam menjaga stabilitas harga dan volume pengiriman. “Mas Wawan sekarang dikenal sebagai pengepul terbesar di Jatisrono. Banyak yang sudah mengenalnya sebagai bos rosok,” tambahnya.
Secara akademis, fenomena ini mencerminkan praktik ekonomi sirkular di tingkat mikro yang jarang terekspos. Ekonomi sirkular merupakan pendekatan pembangunan ekonomi yang bertujuan mengurangi limbah dan memaksimalkan penggunaan ulang barang. Dalam konteks daerah seperti Wonogiri, praktik ini berpotensi tidak hanya mengurangi beban lingkungan, tetapi juga membuka lapangan kerja informal yang produktif.
Selain itu, bisnis rosok seperti yang dijalankan Wawan memiliki korelasi dengan isu inclusive economy, yakni bagaimana pelaku ekonomi dari kelompok marginal bisa mengakses peluang usaha secara berkelanjutan. Bisnis ini tidak memerlukan pendidikan tinggi, tetapi menuntut keuletan, integritas, dan manajemen sederhana yang efisien.
Usaha Wawan tidak berdiri sendiri. Ia melibatkan warga sekitar sebagai pencari maupun pemilah rosok, menciptakan jejaring sosial ekonomi yang bersifat gotong-royong. Pendekatan ini selaras dengan prinsip pemberdayaan masyarakat dan dapat menjadi dasar kebijakan publik daerah yang mendukung UMKM pengelola limbah.
Pemerintah daerah maupun dinas lingkungan hidup dapat melihat model seperti ini sebagai contoh keberhasilan pengelolaan sampah non-organik berbasis warga. Dukungan berupa pelatihan manajemen usaha, legalisasi usaha kecil, serta akses permodalan mikro bisa semakin memberdayakan komunitas rosok agar berperan aktif dalam pembangunan berkelanjutan.
Kisah Wawan adalah potret nyata dari bagaimana kreativitas dan ketekunan dapat mengubah “barang tak berguna” menjadi sumber penghidupan yang bermartabat. Di tengah tantangan ekonomi dan persoalan lingkungan yang kompleks, solusi seperti yang ia rintis layak untuk dikaji, diapresiasi, dan direplikasi dalam skala lebih luas.
Pewarta : Nandar Suyadi

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal