
“Pelanggaran dalam proses pengadaan, terutama yang melibatkan pengondisian vendor, adalah bentuk nyata dari kolusi. Ini melanggar asas persaingan sehat dan membuka ruang lebar bagi praktik korupsi sistemik di sektor publik.”
RI News Portal. Tapanuli Selatan 13 Mei 2025 — Pengelolaan anggaran publik oleh institusi pemerintah daerah menjadi indikator penting dalam menilai akuntabilitas dan integritas penyelenggara negara. Artikel ini menyoroti dugaan penyimpangan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2023 oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, berdasarkan surat klarifikasi yang diajukan oleh Tim Aliansi LSM dan Pers. Melalui pendekatan jurnalistik akademis dengan kerangka hukum administrasi negara dan prinsip good governance, tulisan ini mengurai potensi pelanggaran hukum, ketidakpatutan etis, serta lemahnya akuntabilitas publik dalam pengelolaan dana kesehatan masyarakat.
Pada Senin, 5 Mei 2025, Tim Aliansi LSM dan Pers mendatangi Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan untuk mengklarifikasi sejumlah temuan terkait penggunaan anggaran TA 2023. Namun, Kepala Dinas Kesehatan tidak hadir dan tidak memberikan tanggapan, bahkan hingga berita ini diturunkan. Sekretaris Dinas, Suryadi, hanya menyatakan bahwa pihaknya akan mempelajari klarifikasi tersebut dan berjanji akan memanggil bidang terkait.

Surat klarifikasi Tim Aliansi mencantumkan beberapa poin penting menyangkut realisasi belanja yang dinilai tidak logis, tidak relevan, dan berpotensi menyimpang dari regulasi hukum dan prinsip akuntabilitas publik.
1. Ketidaksesuaian Biaya Perencanaan dan Pengawasan
Dalam APBD Tapsel TA 2023, tercatat biaya perencanaan dan pengawasan masing-masing sebesar Rp 100 juta. Menurut Permen PUPR No. 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, biaya perencanaan ditentukan berdasarkan persentase nilai bangunan fisik. Maka, kesamaan nominal antara biaya perencanaan dan pengawasan tanpa dasar teknis dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip efisiensi dan efektivitas anggaran, serta menyalahi ketentuan normatif penganggaran.
2. Pemborosan Anggaran Kegiatan Gizi Anak
Penggunaan lebih dari 55% anggaran kegiatan “Pelayanan Kesehatan Gizi” sebesar Rp 504 juta untuk belanja perjalanan dinas (Rp 278 juta) menunjukkan deviasi tujuan program. Secara prinsip hukum administrasi, penyalahgunaan nomenklatur kegiatan dapat dikenai sanksi administratif bahkan pidana bila terbukti ada unsur manipulasi untuk keuntungan pribadi atau kelompok (UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
3. Indikasi Kolusi dalam Belanja Pelatihan dan Pengadaan Komputer
Realisasi anggaran pelatihan sebesar Rp 415 juta dinilai tidak relevan karena aparatur Dinas Kesehatan umumnya telah memiliki kualifikasi profesional. Hal ini mengindikasikan potensi penyalahgunaan wewenang dalam penganggaran yang sarat kolusi dengan lembaga pelatihan.
Demikian pula, belanja komputer unit lainnya sebesar Rp 626 juta disoroti sebagai pemborosan karena tidak disesuaikan dengan kebutuhan riil. Prosedur pengadaan yang dilakukan melalui e-purchasing berisiko dimanipulasi jika tidak memenuhi prinsip persaingan sehat, transparansi, dan akuntabilitas sesuai Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
4. Belanja Jasa Operator Komputer
Realisasi Rp 923 juta untuk jasa operator komputer dinilai tidak rasional. Berdasarkan kalkulasi honor, jumlah tenaga honorer sebanyak 38 orang melebihi kebutuhan logis di 21 puskesmas dan dinas. Rekrutmen yang tidak berbasis kebutuhan unit kerja dan kualifikasi profesional dapat melanggar asas kecermatan dan kepatutan dalam hukum administrasi publik (asas-asas umum pemerintahan yang baik/AUPB).
5. Belanja Alat Kesehatan dan Dugaan Pengondisian Vendor
Anggaran alat kesehatan mencapai lebih dari Rp 30 miliar diduga tidak berbasis analisis kebutuhan berbasis penyakit dominan wilayah. Proses pengadaan yang tidak objektif dan dikondisikan kepada pihak penyedia tertentu dapat masuk dalam kategori persekongkolan tender sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta potensi gratifikasi dalam perspektif UU Tipikor.

Etika Penyelenggaraan Pemerintahan
Sikap diam Kepala Dinas Kesehatan atas permintaan klarifikasi publik mencerminkan lemahnya komitmen terhadap transparansi dan keterbukaan informasi publik, yang merupakan prinsip esensial dalam good governance. Menurut UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pejabat publik berkewajiban menyediakan akses informasi bagi masyarakat.
Dari perspektif hukum administrasi dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, sejumlah realisasi anggaran Dinas Kesehatan Tapsel Tahun 2023 menunjukkan indikasi pelanggaran terhadap prinsip legalitas, akuntabilitas, dan efisiensi anggaran. Tim Aliansi LSM dan Pers mendesak dilakukannya audit investigatif oleh BPK dan penelusuran lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.
Rekomendasi:
- Pemeriksaan khusus oleh BPK RI atau BPKP terhadap seluruh belanja Dinas Kesehatan TA 2023.
- Penguatan sistem transparansi digital berbasis open data APBD.
- Penegakan sanksi administratif terhadap kepala dinas yang tidak kooperatif.
- Pengusutan dugaan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) melalui proses hukum yang adil.
Catatan Redaksi: Hingga berita ini disusun, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan belum memberikan tanggapan. Sekretaris Dinas menyebut sedang mendampingi audit BPK RI Perwakilan Sumut.
Pewarta : Adi Tajoeng

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal