
RI News Portal. Lampung Barat – Seorang petani berusia 63 tahun berinisial M, warga Pemangku 6 Pekon Sukabumi, Kecamatan Batubrak, Kabupaten Lampung Barat, ditemukan meninggal dunia pada Kamis malam (10/7/2025) dengan luka parah yang diduga kuat akibat terkaman harimau. Insiden tragis ini kembali menyoroti kompleksitas konflik antara manusia dan satwa liar, khususnya di wilayah yang berdekatan dengan habitat konservasi.
Menurut Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun, peristiwa nahas ini terjadi di kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan kebun korban di Dusun Umbu Lima. Korban diketahui berangkat ke kebun pada pukul 14.00 WIB. Namun, hingga pukul 18.00 WIB, korban tidak kunjung kembali ke rumah, mendorong pihak keluarga dan warga melakukan pencarian. Sekitar pukul 19.00 WIB, jasad korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Hasil pemeriksaan awal oleh tenaga kesehatan Puskesmas Batubrak mengindikasikan adanya luka gigitan dan cakaran pada leher serta bagian kaki kanan korban, konsisten dengan serangan hewan buas berukuran besar. Menindaklanjuti temuan ini, tim gabungan yang terdiri dari Unit Reskrim Polsek Sekincau, Tim Inafis Polres Lampung Barat, Koramil Batubrak, serta petugas Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) segera diterjunkan ke lokasi kejadian untuk melakukan investigasi lebih lanjut.

Pihak keluarga korban menyatakan penolakan untuk dilakukan otopsi dan memilih untuk langsung memakamkan jenazah korban di wilayah setempat. Surat pernyataan penolakan otopsi telah dilampirkan dalam proses pemeriksaan kepolisian.
Menanggapi insiden ini, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun mengimbau masyarakat, khususnya mereka yang beraktivitas di dekat kawasan hutan, untuk meningkatkan kewaspadaan. “Kami mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati, terutama saat berkebun atau memasuki area hutan. Bila melihat tanda-tanda keberadaan harimau atau hewan buas lainnya, segera laporkan ke perangkat pekon atau kepolisian terdekat,” tegasnya. Imbauan ini menekankan pentingnya respons cepat dan koordinasi dengan pihak berwenang untuk mencegah insiden serupa
Kejadian ini saat ini tengah ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian melalui koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan TNBBS. Kerja sama lintas sektoral ini diharapkan dapat menghasilkan langkah penanganan yang komprehensif. Polda Lampung, melalui jajaran wilayahnya, berkomitmen untuk terus memantau situasi di kawasan tersebut, meningkatkan patroli, dan mengintensifkan sosialisasi kepada warga sekitar zona hutan.
Baca juga : Lornjati Edupark: Oase Pedesaan di Wonogiri, Kolaborasi Budaya dan Sejarah Lokal
Kombes Pol Yuni juga mengingatkan bahwa kawasan tersebut merupakan penyangga habitat satwa liar dan menegaskan pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan satwa. “Kami juga minta masyarakat tidak memancing konfrontasi atau memburu satwa tersebut. Biarkan penanganannya dilakukan oleh pihak yang berwenang agar tidak menimbulkan korban jiwa lainnya,” tandasnya. Pernyataan ini menggarisbawahi perlunya pendekatan konservasi yang melibatkan partisipasi masyarakat, sembari tetap mengedepankan keselamatan jiwa.
Insiden di Lampung Barat ini merupakan cerminan dari meningkatnya konflik antara manusia dan satwa liar, khususnya harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), yang populasinya semakin terdesak akibat fragmentasi habitat dan perambahan hutan. Konflik semacam ini seringkali dipicu oleh ekspansi aktivitas manusia ke dalam wilayah jelajah satwa, yang dapat menyebabkan perjumpaan langsung dan berujung pada serangan.
Penanganan konflik manusia-satwa liar memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan edukasi masyarakat, mitigasi konflik melalui penataan ruang, penguatan penegakan hukum terhadap perburuan dan perusakan habitat, serta upaya konservasi satwa secara komprehensif. Keberlanjutan hidup masyarakat dan kelestarian satwa liar di kawasan penyangga habitat merupakan tantangan yang harus terus diupayakan solusinya melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga konservasi.
Pewarta : IF

